Senin, 22 Agustus 2011

Apakah Misa yang dipersembahkan seorang imam yang berdosa tetap sah?


Pertanyaan:

Yth. Sdr. Ingrid Listiati.
Ada seorang imam beberapa bulan tidak kelihatan dan kabar terakhir imam tersebut melepaskan jubahnya/keluar dan menikah. Sebelum menikah imam tersebut memberikan sakramen-2. Pertanyaan saya :
Jika seorang imam berada dalam keadaan dosa berat, dapatkah ia tetap mempersembahkan Misa dan memberikan pelayanan sa...kramen-sakramen? Apakah sakramen-sakramen yang ia rayakan tetap mendatangkan rahmat ?
Terima kasih atas pencerahannya. – Julius
Jawaban:

Shalom Julius,
Di dalam sakramen, kita percaya yang bertindak adalah Kristus, melalui imam, maka, nilai sakramen tidak berubah walaupun dipersembahkan oleh imam yang berdosa. Berikut ini saya sertakan kutipan dari St. Thomas Aquinas dalam Summa Theologica III, q.82, a.5 & a.6, mengenai efek sakramen Ekaristi yang dipersembahkan oleh imam yang jahat/ berdosa (Ajaran ini dapat diterapkan juga untuk melihat efek sakramen yang lain).
  • St. Thomas yang mengutip St. Agustinus, mengatakan, bahwa: “Di dalam Gereja Katolik, dalam misteri Tubuh dan Darah Tuhan Yesus, tidak ada yang lebih yang dilakukan oleh imam yang baik (kudus), tidak ada yang kurang jika dilakukan oleh imam yang jahat (tidak kudus), sebab bukan karena jasa imam maka rahmat sakramen itu diperoleh, tetapi karena kuasa perkataan Yesus sendiri (yang diucapkan oleh imam tersebut), dan karena kuasa Roh Kudus”.
  • St. Thomas mengingatkan bahwa memang Kristus memiliki pelayan yang baik dan yang jahat (lih. Mat 24:45). Namun demikian, tidak berarti bahwa imam tidak perlu bertobat; malah sebaliknya, sebab seperti kata Paus Gelasius, …tidak seorangpun boleh menghampiri sakramen tersebut kecuali dengan hati nurani yang bersih.
  • Selanjutnya, St. Thomas mengatakan bahwa di dalam Misa terdapat dua hal, pertama hal sakramen dan hal doa. Dalam hal efek sakramen, tidak ada bedanya antara apakah dipersembahkan oleh pastor yang baik atau yang jahat/ berdosa. Namun dalam hal doa akan membawa efek yang berbeda. Sebab di dalam doa, imam itu menjalankan dua fungsi, pertama sebagai perantara yang mendoakan umat, dan sebagai wakil umat (Gereja). Nah dalam peran yang pertama sebagai perantara ini, maka imam yang baik (kudus) akan mendatangkan buah yang lebih limpah daripada imam yang berdosa, namun dari peran kedua, doa dari imam yang berdosapun tetap dapat berbuah, karena ia mewakili umat yang berdosa. Namun demikian, doa pribadi imam yang berdosa (tidak kudus) tersebut tidak menghasilkan buah, karena menurut Ams 28:9: “Siapa memalingkan telinganya untuk tidak mendengarkan hukum, juga doanya adalah kekejian.”
Selanjutnya, Kitab Hukum Kanonik Gereja can.916, menyatakan bahwa sebenarnya, imam yang berdosa berat dilarang mempersembahkan misa tanpa mengaku dosa sebelumnya, kecuali jika ada alasan yang sungguh dapat dipertanggungjawabkan, dan jika tidak ada kesempatan untuk mengaku dosa; dalam hal ini imam itu harus mengingat bahwa ia harus melakukan tindakan pertobatan, termasuk di dalamnya ketetapan hati untuk mengaku dosa secepat mungkin.
Jadi, imampun harus mengaku dosa.
Dalam kasus di atas, maka sakramen-sakramen yang dirayakan imam tersebut sebelum ia meninggalkan statusnya sebagai imam, tetap berlaku dan mendatangkan rahmat, sebab, sekali lagi, rahmat Kristus tersebut diberikan bukan atas jasa imam tersebut, tetapi atas kuasa Kristus sendiri dan kuasa Roh Kudus. Hal ini akan semakin membuat kita tunduk dan bersyukur, bahwa Tuhan selalu menepati janji-Nya, dan kuasa-Nya melebihi hambatan dari manusia (dalam hal ini imamNya).
Namun, setelah imam tersebut melepaskan status imamnya karena menikah, ia tidak dapat lagi menjalankan tugasnya sebagai imam dan menerimakan sakramen-sakramen. Hal ini dituliskan di dalam Kitab Hukum Kanonik cann. 194, 292. Namun perlu juga diketahui, bahwa sekali diberikan, Sakramen Tahbisan Suci tidak pernah dapat dikatakan ‘invalid’/ tidak sah(can 290), sebab Tahbisan suci memberikan materai pada jiwa imam itu (seperti halnya Permandian dan Penguatan), maka sering kita mendengar istilah sekali imam tetap imam di mata Tuhan. Jika imam itu menikah, maka yang ditinggalkan adalah status-nya sebagai imam, namun meterai dalam jiwa imam tersebut tetap ada. Maka tak mengherankan, jika para imam yang meninggalkan status imam mereka, dapat merasakan kehilangan yang sulit untuk dilukiskan.
Mari kita melihat kepada kasus di atas secara lebih rinci. Jika imam tersebut menikah diam-diam, sehingga tidak ada seorangpun yang tahu, dan tidak dapat tahu, maka jika antara waktu itu sampai surat resmi pencabutan ‘faculty’ imam tersebut oleh uskup setempat dikeluarkan, maka jika imam itu memberikan sakramen, misalnya pernikahan, dan pengakuan dosa, maka sakramen tersebut masih dapat dianggap sah. Hal ini disebutkan sebagai “Ecclesia supplet” dalam can. 144; yaitu Gereja memberikan kuasa eksekutif pada seseorang imam yang sesungguhnya telah kehilangan/ tidak memiliki kuasa tersebut pada keadaan yang terbatas. Namun perlu diingat bahwa kejadian ini sangatlah langka, (dan canon ini ada sesungguhnya untuk melindungi kepentingan umat) dan hanya berlaku jika tidak ada orang yang tahu dan tidak ada orang yang dapat tahu bahwa imam itu telah menikah. Jika ada satu orang saja yang tahu dari paroki/ komunitas, maka Ecclesia supplet tidak berlaku. Dengan demikian, umat yang menerima sakramen pernikahan itu misalnya, dapat meminta konfirmasi kepada pihak keuskupan untuk mengesahkan perkawinan tersebut, demikian pula yang mengaku dosa, dapat mengaku dosa kembali kepada imam yang lain, karena sakramen yang ia terima dari imam yang keluar tersebut tidak sah.
Mari kita mendoakan para imam dalam doa pribadi kita setiap hari, agar Tuhan menjaga dan melindungi mereka, dan agar mereka dapat melaksanakan tugas panggilan hidup mereka dengan setia dan dengan suka cita; serta dapat menjadi teladan kekudusan buat kita semua.

Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
Ingrid Listiati

Artikel di atas saya postingkan bagi sahabat2 PerKat yang sempat tidak mau hadir merayakan Ekaristi Kudus, dg membaca artikel ini semoga menjadi mau kembali utk merayakan Ekaristi Kudus.

Kembali Kepada Komitmen Perkawinan Kita


Efesus 5 : 22–33

Sahabatku yang namanya pengalaman hidup berumah tangga tentunya beraneka ragam kejadiannya, ada yang mengalami kebahagiaan karena saling mengasihi pasangannya, ada yang sering memaki istrinya karena cemburu padahal suaminya yang selingkuh, ada yang sampai dipukuli oleh suaminya, atau mungkin kebalikannya si istri yang tidak baik ...terhadap suaminya. Sahabatku baik yang sebagai suami atau sebagai istri, yuk kita sudahi penyiksaan terhadap para istri, kita sudahi memaki istri, kita sudahi untuk tidak melakukan perselingkuhan kepada pasangan kita. Kita ini hidup cuma mampir, sangat sebentar. Bagi Tuhan usia 40, 50, 70 tahun itu singkat...sehinga untuk apa kita mengisi kehidupan pernikahan kita dengan sesuatu yang tidak takut kepada Tuhan, bagaimana jika kita dipanggil Tuhan nantinya, apa yang harus menjadi pertanggungjawaban hidup kita kelak. Jadikanlah kita manusia yang takut kepada Tuhan.
Di bawah ini suatu cerita yang mudah-mudahan bisa menginspirasi perkawinan Sahabat-sahabatku semua.
Sudah 25 tahun ini Prayogo mengisi hari-harinya dengan merawat istrinya yang lumpuh dan hampir tak bisa apa-apa lagi. Ia sangat mengasihi istrinya sehingga ingin merawatnya sendiri. Melihat kondisi ini, keempat anaknya ingin menolong, bahkan mengizinkan bapaknya menikah lagi supaya dapat hidup bahagia. Jikalau pernikahan hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah lagi. Namun, dengan adanya ibu kalian di sampingku sudah lebih dari cukup. Kalian ingin bapak bahagia, tetapi apakah batin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaannya sekarang ? Kalian menginginkan bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain ? Bagaimana dengan ibumu yg masih sakit ?”  demikian jawaban yang mereka peroleh.
Kesetiaan menjadi sesuatu yang langka dewasa ini. Kita lebih banyak disuguhi ketidaksetiaan melalui media massa atau melihat kenyataan sehari-hari di sekitar kita. Manusia menjadi semakin egois, memikirkan kebahagiaan diri sendiri, dan makin tidak peduli dengan sesamanya. Bahkan dengan pasangannya yang kepadanya ia pernah berjanji untuk setia dalam segala keadaan. Apa yang ditunjukkan oleh Prayogo kepada istrinya sangatlah luar biasa dan dapat dijadikan bahan refleksi bagi para suami dan anak muda di zaman sekarang. Kesiapan untuk menghabiskan waktu dengan pasangan kita akan lebih besar ketika pasangan kita dalam kondisi baik. Namun bagaimana bila kita “mendapat undian” untuk menggantikan posisi layaknya Prayogo yang harus merawat pasangannya selama puluhan tahun ?
Hari ini, Allah ingin kita mengasihi pasangan kita seperti Kristus mengasihi jemaat-Nya. Hal yang sama Allah inginkan bagi para istri agar mengasihi suaminya. Hampirilah pasangan kita malam ini, katakan dengan segenap hati bahwa diri Sahabat sangat berarti bagi pasangan Sahabatku. Mintalah Tuhan mengobarkan kembali kasih pasangan kita masing-masing seperti dahulu ketika awal pernikahan. Kasihilah pasangan Sahabat seperti Kristus mengasihi kita dan biarlah anak-anak kita mendapatkan teladan melalui apa yang kita lakukan terhadap pasangan kita.

Kristus Bersama Dalam Doaku


saat hari minggu kubersandar dikursi Gereja di pagi hari...
berdesir angin seolah berbisik ditelingaku...
mungkin dengung suaraku tiada Kau kenali lagi...
namun dalam rintihan kudus doaku, namaMu selalu lekat menghiasi relung hatiku…
pada setiap tetes darahMu yang bercampur di dalam darahku...
... menambah gelora kerinduanku kepadaMu...

mungkin semburat bayanganku tak Kau hiraukan lagi...
namun namaMu senantiasa ada dalam alunan doa-doa yang kupanjatkan...
namaMu terus tertatah ditiap lengkung rusukku…
pada tarikan dan hembusan nafasMu untuk detak dijantungku...

mungkin paras wajahku tak kau kenang lagi...
namun namaMu selalu tersenandung dalam lantunan doa-doa dikalbu hatiku...
namaMu tak henti dan tak pernah jemu kupanjatkan diantara hidupku…
“hening separuh malam…kembali kusimpuhkan tubuhku dialtar kuasa Illahi…
sembari menyusuri benak, tersirat rupa dambaan hati hingga fajar menyingsing, meredupkan luka dari cinta tak tersampai…
“jika suatu hari nanti, setelah aku lelah mengelilingi cakrawala hati, atau aku terluka oleh racun kehidupan yang aku temui…
kembalilah dan datanglah padaku…merpati damai cintaMu akan menjemputku karena sesungguhnya cinta terindah dan setiaMu selalu dan selalu menantiku….

IKUT YESUS SAMPAI MATI


Suatu ketika saya didatangi oleh seorang ibu yang mengeluh bahwa semenjak dirinya lebih dekat dengan Tuhan, meskipun hati dan pikirannya terasa jauh lebih tenang dan hidupnya menjadi lebih damai, tetapi tetap saja ada begitu banyak tantangan dan kesulitan yang dia hadapi. Orang-orang di sekitarnya tetap mencemoohkan dia dan mereka selalu memperhati...kan dengan penuh selidik dan curiga, apa yang dia katakan dan kerjakan dalam hidupnya. Dia merasa, seolah-oleh mereka tidak sudi melihat hidupnya bahagia.
Beberapa tahun sebelumnya, dia jatuh ke dalam “perbuatan dosa” yang bukan saja menghancurkan hidupnya, tetapi juga merusakkan masa depan anak-anak dan keluarganya. Hidupnya yang sebelumnya indah menjadi hancur berantakan, keluarganya yang selalu hidup rukun dan damai menjadi tercerai berai karena egoisme dan kenikmatan sesaat. Semua itu berlangsung beberapa saat lamanya sampai dia bertemu dengan seorang temannya yang mengingatkan dia akan kesalahan dan dosa yang dibuatnya dan mengajaknya untuk kembali hidup di jalan yang benar. Tidak mudah bagi dia untuk meninggalkan kehidupannya yang lama, yang menawarkan berbagai impian yang indah. Namun karena tekadnya yang kuat dan dengan bantuan temannya tersebut, akhirnya dia berhasil keluar dari “hidup lamanya” untuk memulai sesuatu yang baru.
Dia merasa begitu bahagia. Tetapi dengan itu persoalannya tidak lantas selesai dengan sendirinya. Malah muncul problem baru. Anak-anak dan keluarganya belum bersedia menerima dia kembali. Teman-teman yang telah menjerumuskan dia ke dalam dosa tidak sudi melihatnya berubah. Dengan berbagai cara mereka meneror dan menyebarkan berita yang menyudutkan dia. Orang-orang di sekitarnya yang dia harapkan dapat membantu dan mendukungnya malah curiga dengan perubahan yang dia alami. Semuanya ini membuat dia putus asa dan kehilangan harapan. Pada saat-saat seperti ini cuma satu yang menguatkan dia, yaitu dukungan luar biasa dari temannya yang telah mengingatkan dan mengajak dia untuk meninggalkan masa lalunya dan terutama sabda Tuhan yang selalu dia baca dalam hidupnya sehari-hari dan dia dengar dalam setiap perayaan ekaristi. Inilah yang meyakinkan dia, bahwa dia tidak salah pilih.
Yesus bertanya kepada murid-murid-Nya, siapakah Dia, menurut pendapat banyak orang. Karena perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan-Nya, apa yang telah dilakukan-Nya kepada orang banyak, ada yang menyebut Dia sebagai Elia, ada yang mengira-Nya Yeremia atau salah seorang Nabi dari jaman dahulu, bahkan ada yang menganggap-Nya sebagai Yohanes Pembaptis yang telah bangkit kembali.
Namun bagi para ‘musuh’ Yesus, bagi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, Dia adalah seorang pengacau dan penghasut. Dia adalah modernist berbahaya dan pengkotbah yang harus dijauhkan dari masyarakat. Pengaruh-Nya di tengah orang-orang Yahudi sungguh mengkuatirkan dan sepak terjang-Nya membahayakan keselamatan bangsa dan agama Yahudi. Itulah Yesus bagi mereka.
Terlepas dari semua pendapat di atas, baik yang memihak maupun yang menolak, bagi Petrus, Yesus adalah Mesias, Dia adalah Kristus, Putera Allah yang hidup. Dia adalah Yang dinanti-nantikan kedatangannya oleh seluruh bangsa Israel. Dia adalah Penyelamat dan Orang yang diharapkan dapat membebaskan mereka dari penjajahan bangsa Romawi.
Menerima Yesus dalan hidup dan mengakui-Nya sebagai juru selamat, apalagi menjalankan segala perintah-Nya akan mendatangkan keselamatan bagi kita. Akan tetapi dengan menerima, mengakui dan percaya kepada Dia bukan berarti bahwa segalanya akan otomatis menjadi indah. Malah sebaliknya, akan ada begitu banyak orang yang membenci dan menghujat kita, seperti yang dialami oleh si ibu dalam kisah diatas. Karena nama Yesus, kita akan dihina dan diperlakukan dengan tidak adil. Semuanya itu harus kita alami, karena Yesuspun telah sebelumnya diperlakukan seperti itu. Namun kita tidak perlu kuatir. Barangsiapa kuat dan tahan uji serta setia dalam penderitaan tersebut, akan dimuliakan bersama-sama dengan Yesus yang juga telah berhasil mengalahkan semuanya itu dengan kesetiaan-Nya yang luar biasa. „Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Karena barang siapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barang siapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya.“

PENGETAHUAN IMAN : HARI RAYA KRISTUS RAJA


Hari Raya Kristus Raja ditetapkan pertama kali oleh Paus Pius XI pada tahun 1925 dalam ensiklik Quas Primas(Ensiklik adalah surat pastoral penting berbentuk surat edaran yang dikeluarkan oleh Paus kepada semua Uskup. Ensiklik biasanya berisikan ajaran-ajaran Paus mengenai iman, moral dan tata tertib gerejani lainnya).
Pada waktu itu Paus melihat ...begitu banyak orang Kristen mulai meragukan otoritas Kristus dan Gereja, bahkan tidak sedikit yang mempertanyakan keberadaan Kristus. Mereka hanya mengandalkan kekuatannya sendiri dan mengabaikan keberadaan Kristus. Harta, kekayaan dan kekuasaan adalah yang paling penting dalam hidup orang-orang Kristen dan bukannya Kristus.
Dalam sejarah umat manusia, mungkin Kristus adalah satu-satunya ‚Raja‘ yang tidak biasa. Tidak seperti kebanyakan raja yang dilahirkan di rumah sakit mewah dengan ditemani oleh para dokter, Yesus terpaksa dilahirkan di kandang hina dengan hanya dijagai oleh para gembala dan hewan-hewan peliharaan mereka, karena tidak ada tempat bagi-Nya di rumah-rumah penginapan. Bukannya disambut secara meriah dengan pesta dan kembang api lazimnya penyambutan terhadap seorang raja yang baru dilahirkan, Yesus dan Maria, ibu-Nya malah harus diungsikan dari satu tempat ke tempat yang lain, karena Dia dicari-cari dan ingin dibunuh oleh Herodes. Masa kecil Yesus dilalui-Nya bukan di istana yang megah melainkan di rumah-Nya yang sangat sederhana, di kampung kecil Nazareth. 
Ketika tiba waktu bagi-Nya untuk mulai berkarya, tidak ada perayaan yang besar untuk itu, selain upacara pembaptisan sederhana yang dipimpin oleh Yohanes dengan disaksikan oleh para pendosa yang pingin diselamatkan. Berbeda dengan kebanyakan raja pada jamannya yang harus dilayani oleh rakyat dan pembantu-pembantunya, Yesus sebaliknya, hidup-Nya seluruhnya, diabdikan untuk melayani mereka yang datang kepada-Nya. Selama tiga tahun pelayanan-Nya di dunia ini, dalam perjalanan-Nya dari satu desa ke desa yang lain dan dari satu kota ke kota berikutnya, Yesus tidak pernah sekalipun dikawal layaknya seorang raja, Dia malah hanya didampingi oleh 12 orang sahabat-Nya yang setia dan beberapa wanita berdosa yang telah Dia selamatkan. Kedatangan-Nya ke berbagai tempat tidak pernah dielu-elukan oleh para bangsawan dan mereka yang mempunyai kedudukan tinggi dalam pemerintahan dan masyarakat, sebaliknya, kemanapun Dia datang, Dia selalu disambut oleh begitu banyak orang yang miskin, yang sakit, yang lumpuh, yang tuli, yang buta dan sebagainya.
Tidak seperti para raja lainnya yang menghabiskan hari-hari hidup mereka dengan bersenang-senang di istana kerajaan, Yesus semasa hidup-Nya berkunjung kemana-mana bukan saja untuk mewartakan kabar gembira Kerajaan Allah tetapi juga untuk menyembuhkan dan menolong begitu banyak orang yang Dia jumpai dalam perjalanan-Nya. Bukan seperti kebanyakan raja yang mengorbankan hidup rakyatnya untuk menyelamatkan diri mereka, Yesus sebaliknya, menyerahkan nyawa-Nya demi keselamatan orang-orang yang Dia kasihi. Bahkan lebih dari itu. Untuk menyelamatkan mereka, Dia bahkan rela mati di kayu salib. Yesus adalah raja yang mau mengorbankan hidup-Nya bagi orang-orang yang dipercayakan kepada-Nya. Karena kesederhanaan dan kerendahan hati-Nya yang luar biasa inilah, maka Dia diangkat oleh Bapa-Nya untuk menjadi Raja atas segala Raja.  
Yesus adalah Raja Agung yang telah menyerahkan nyawa-Nya untuk menyelamatkan kita. Pertanyaannya: apa yang mesti kita buat sebagai bentuk penghormatan kepada-Nya dan tanda bahwa kita sungguh-sungguh menghargai apa yang telah dilakukan-Nya? Jawabannya bisa kita temukan dalam bacaan injil hari ini. „… Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku“ (Yoh 18,37).
Bila kita ingin menghormati Yesus sebagai Raja segala Raja dan menghargai apa yang telah diperbuat-Nya semasa hidup-Nya, belajarlah dari Dia yang berani membawa dan membela kebenaran yang dari Allah dalam hidup sehari-hari. Yang mesti kita buat adalah menjauhkan diri dari segala kepentingan kerajaan dunia dan kesenangan sendiri dan mendekatkan diri pada kehendak Tuhan. Bila kita lakukan itu semua, kita telah sungguh-sungguh hidup benar dihadapan Tuhan, Raja kita.

Tuhan Selalu Berada Di dekat Kita


Perhatikanlah bunga bakungyang tidak memintal dan tidak menenun,namun Aku berkata kepadamu : “ Salomo dalamkemegahannya pun tidak berpakaian seindah bunga itu.”Jadi, jika rumput di ladang yang hari ini ada, dan besokdibuang ke dalam api demikian didandani Allah,terlebih kamu, hai orang yang kurang percaya !(Lukas 12:27-28)

Seorang teman yang seda...ng bertugas ke luar kota baru menyadari dia lupa membawa alat bercukurnya, ketika sedang membenahi kopernya sesaat setelah check-in di hotel. Kebetulan, pihak hotel juga sedang kehabisan stok pisau cukur, karena itu benda tersebut tidak tersedia di kamar mandi hotel pada hari itu. “Ah, sehari tidak bercukur masih OK kok penampilanku “ demikian pikir teman saya. Didalam hati, dia merencanakan untuk membeli pisau cukur dari drug-store ketika rehat makan siang nanti. Tetapi kegiatan hari itu ternyata amat padat, teman saya kembali ke hotel cukup larut malam dan drug-store sudah tutup.“ Tidak apalah, besok ketika rehat kopi aku menyelinap sebentar ke dept. store di seberang jalan, di sana aku akan membeli pisau cukur.”Sayangnya, aktifitas keesokan harinya jauh lebih padat daripada hari sebelumnya, dan teman saya kembali tidak memiliki waktu untuk ke dept. store seberang. 

“ Mudah-mudahan besok aku benar-benar sempat, atau mungkin malam ini sudah ada pisau cukur di kamar hotelku.”  Teman saya berharap didalam hatinya bahwa akan ada satu pisau cukur untuknya hari itu, karena wajahnya sudah mulai terlihat tidak “bersih”. Tetapi malam itu dia masih belum menemukan pisau cukur di kamar mandi hotelnya. Keesokan harinya dia juga kembali menghadapi setumpuk kesibukan dan sampai malam dia tidak bisa menyelinap keluar untuk beli pisau cukur. Meskipun demikian, usai bertugas malam itu, dia tetap menyempatkan diri mampir ke dept. store. Tetapi dia harus kecewa, sebab counter yang menjual peralatan bercukur sudah tutup. Dia lalu memutuskan untuk kembali saja ke hotel dengan berjalan kaki.  Sambil menyeberangi pelataran parkir, dia berkata di dalam hatinya : “ Ya Tuhan, berikanlah aku kesempatan untuk mendapatkan pisau cukur.” Tepat setelah dia selesai membatin didalam hati, dia merasakan kaki kanannya menginjak sesuatu. Dibawah keremangan lampu jalan, dia melihat sebuah benda di atas aspal tepat dibawah kakinya. Teman saya membungkuk dan memungut benda itu. Ternyata sebuah pisau cukur disposable yang masih rapih terbungkus plastik, nampaknya masih baru ! Sebuah kebetulan, atau hadiah dari Tuhan ? Seberapa sering kita menghadapi hal-hal yang sepintas sangat kebetulan tetapi amat berarti buat kita di saat itu ? Sahabatku tentu pernah mengalami kehabisan uang, dan tiba-tiba merasa begitu gembira menemukan selembar lima puluh ribuan sisa membeli buku minggu lalu masih tertinggal di saku celana. Memikirkan seorang teman yang sudah lama tidak bertemu, lalu tiba-tiba ponsel kita berdering dan teman tersebut menelephone. Sahabatku dalam kepanikan karena belum menyelesaikan pekerjaan yang penting, sementara 1 jam lagi Sahabatku masih harus pergi untuk menemui klien yang juga penting. Tetapi tiba-tiba klien tersebut menelephone dan membatalkan janji bertemu pada hari itu.  Apa yang Sahabatku rasakan ?  lega sekali bukan ? karena itu berarti sekarang Sahabatku punya waktu banyak untuk menyelesaikan pekerjaan Sahabatku. Suatu kebetulankah semua itu ? Tidak. Ketahuilah, ketika kita berbicara di dalam hati kita tentang segala kekawatiran, kebutuhan dan keinginan kita dengan mengikut sertakan Tuhan, kita sedang berbicara kepada Tuhan. Teman saya tadi sudah membuktikannya, dia memulai kata-katanya dengan : “ Ya Tuhan ….. “   itu sama dengan kita berdoa didalam hati meminta Tuhan menolong kita. Tuhan pasti akan menjawab doa kita – Dia pasti akan memberikan pertolongan. Karena itu, berdoalah senantiasa, agar kita lebih dekat lagi kepada-Nya.

PENGETAHUAN IMAN : HARI RAYA KRISTUS RAJA

  • Hari Raya Kristus Raja ditetapkan pertama kali oleh Paus Pius XI pada tahun 1925 dalam ensiklik Quas Primas(Ensiklik adalah surat pastoral penting berbentuk surat edaran yang dikeluarkan oleh Paus kepada semua Uskup. Ensiklik biasanya berisikan ajaran-ajaran Paus mengenai iman, moral dan tata tertib gerejani lainnya).

    Pada waktu itu Paus melihat ...begitu banyak orang Kristen mulai meragukan otoritas Kristus dan Gereja, bahkan tidak sedikit yang mempertanyakan keberadaan Kristus. Mereka hanya mengandalkan kekuatannya sendiri dan mengabaikan keberadaan Kristus. Harta, kekayaan dan kekuasaan adalah yang paling penting dalam hidup orang-orang Kristen dan bukannya Kristus.
    Dalam sejarah umat manusia, mungkin Kristus adalah satu-satunya ‚Raja‘ yang tidak biasa. Tidak seperti kebanyakan raja yang dilahirkan di rumah sakit mewah dengan ditemani oleh para dokter, Yesus terpaksa dilahirkan di kandang hina dengan hanya dijagai oleh para gembala dan hewan-hewan peliharaan mereka, karena tidak ada tempat bagi-Nya di rumah-rumah penginapan. Bukannya disambut secara meriah dengan pesta dan kembang api lazimnya penyambutan terhadap seorang raja yang baru dilahirkan, Yesus dan Maria, ibu-Nya malah harus diungsikan dari satu tempat ke tempat yang lain, karena Dia dicari-cari dan ingin dibunuh oleh Herodes. Masa kecil Yesus dilalui-Nya bukan di istana yang megah melainkan di rumah-Nya yang sangat sederhana, di kampung kecil Nazareth. 
    Ketika tiba waktu bagi-Nya untuk mulai berkarya, tidak ada perayaan yang besar untuk itu, selain upacara pembaptisan sederhana yang dipimpin oleh Yohanes dengan disaksikan oleh para pendosa yang pingin diselamatkan. Berbeda dengan kebanyakan raja pada jamannya yang harus dilayani oleh rakyat dan pembantu-pembantunya, Yesus sebaliknya, hidup-Nya seluruhnya, diabdikan untuk melayani mereka yang datang kepada-Nya. Selama tiga tahun pelayanan-Nya di dunia ini, dalam perjalanan-Nya dari satu desa ke desa yang lain dan dari satu kota ke kota berikutnya, Yesus tidak pernah sekalipun dikawal layaknya seorang raja, Dia malah hanya didampingi oleh 12 orang sahabat-Nya yang setia dan beberapa wanita berdosa yang telah Dia selamatkan. Kedatangan-Nya ke berbagai tempat tidak pernah dielu-elukan oleh para bangsawan dan mereka yang mempunyai kedudukan tinggi dalam pemerintahan dan masyarakat, sebaliknya, kemanapun Dia datang, Dia selalu disambut oleh begitu banyak orang yang miskin, yang sakit, yang lumpuh, yang tuli, yang buta dan sebagainya.
    Tidak seperti para raja lainnya yang menghabiskan hari-hari hidup mereka dengan bersenang-senang di istana kerajaan, Yesus semasa hidup-Nya berkunjung kemana-mana bukan saja untuk mewartakan kabar gembira Kerajaan Allah tetapi juga untuk menyembuhkan dan menolong begitu banyak orang yang Dia jumpai dalam perjalanan-Nya. Bukan seperti kebanyakan raja yang mengorbankan hidup rakyatnya untuk menyelamatkan diri mereka, Yesus sebaliknya, menyerahkan nyawa-Nya demi keselamatan orang-orang yang Dia kasihi. Bahkan lebih dari itu. Untuk menyelamatkan mereka, Dia bahkan rela mati di kayu salib. Yesus adalah raja yang mau mengorbankan hidup-Nya bagi orang-orang yang dipercayakan kepada-Nya. Karena kesederhanaan dan kerendahan hati-Nya yang luar biasa inilah, maka Dia diangkat oleh Bapa-Nya untuk menjadi Raja atas segala Raja.  
    Yesus adalah Raja Agung yang telah menyerahkan nyawa-Nya untuk menyelamatkan kita. Pertanyaannya: apa yang mesti kita buat sebagai bentuk penghormatan kepada-Nya dan tanda bahwa kita sungguh-sungguh menghargai apa yang telah dilakukan-Nya? Jawabannya bisa kita temukan dalam bacaan injil hari ini. „… Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku“ (Yoh 18,37).
    Bila kita ingin menghormati Yesus sebagai Raja segala Raja dan menghargai apa yang telah diperbuat-Nya semasa hidup-Nya, belajarlah dari Dia yang berani membawa dan membela kebenaran yang dari Allah dalam hidup sehari-hari. Yang mesti kita buat adalah menjauhkan diri dari segala kepentingan kerajaan dunia dan kesenangan sendiri dan mendekatkan diri pada kehendak Tuhan. Bila kita lakukan itu semua, kita telah sungguh-sungguh hidup benar dihadapan Tuhan, Raja kita.
    Lihat Selengkapnya
  • Perhatikanlah bunga bakungyang tidak memintal dan tidak menenun,namun Aku berkata kepadamu : “ Salomo dalamkemegahannya pun tidak berpakaian seindah bunga itu.”Jadi, jika rumput di ladang yang hari ini ada, dan besokdibuang ke dalam api demikian didandani Allah,terlebih kamu, hai orang yang kurang percaya !(Lukas 12:27-28)

    Seorang teman yang seda...ng bertugas ke luar kota baru menyadari dia lupa membawa alat bercukurnya, ketika sedang membenahi kopernya sesaat setelah check-in di hotel. Kebetulan, pihak hotel juga sedang kehabisan stok pisau cukur, karena itu benda tersebut tidak tersedia di kamar mandi hotel pada hari itu. “Ah, sehari tidak bercukur masih OK kok penampilanku “ demikian pikir teman saya. Didalam hati, dia merencanakan untuk membeli pisau cukur dari drug-store ketika rehat makan siang nanti. Tetapi kegiatan hari itu ternyata amat padat, teman saya kembali ke hotel cukup larut malam dan drug-store sudah tutup.“ Tidak apalah, besok ketika rehat kopi aku menyelinap sebentar ke dept. store di seberang jalan, di sana aku akan membeli pisau cukur.”Sayangnya, aktifitas keesokan harinya jauh lebih padat daripada hari sebelumnya, dan teman saya kembali tidak memiliki waktu untuk ke dept. store seberang. 

    “ Mudah-mudahan besok aku benar-benar sempat, atau mungkin malam ini sudah ada pisau cukur di kamar hotelku.”  Teman saya berharap didalam hatinya bahwa akan ada satu pisau cukur untuknya hari itu, karena wajahnya sudah mulai terlihat tidak “bersih”. Tetapi malam itu dia masih belum menemukan pisau cukur di kamar mandi hotelnya. Keesokan harinya dia juga kembali menghadapi setumpuk kesibukan dan sampai malam dia tidak bisa menyelinap keluar untuk beli pisau cukur. Meskipun demikian, usai bertugas malam itu, dia tetap menyempatkan diri mampir ke dept. store. Tetapi dia harus kecewa, sebab counter yang menjual peralatan bercukur sudah tutup. Dia lalu memutuskan untuk kembali saja ke hotel dengan berjalan kaki.  Sambil menyeberangi pelataran parkir, dia berkata di dalam hatinya : “ Ya Tuhan, berikanlah aku kesempatan untuk mendapatkan pisau cukur.” Tepat setelah dia selesai membatin didalam hati, dia merasakan kaki kanannya menginjak sesuatu. Dibawah keremangan lampu jalan, dia melihat sebuah benda di atas aspal tepat dibawah kakinya. Teman saya membungkuk dan memungut benda itu. Ternyata sebuah pisau cukur disposable yang masih rapih terbungkus plastik, nampaknya masih baru ! Sebuah kebetulan, atau hadiah dari Tuhan ? Seberapa sering kita menghadapi hal-hal yang sepintas sangat kebetulan tetapi amat berarti buat kita di saat itu ? Sahabatku tentu pernah mengalami kehabisan uang, dan tiba-tiba merasa begitu gembira menemukan selembar lima puluh ribuan sisa membeli buku minggu lalu masih tertinggal di saku celana. Memikirkan seorang teman yang sudah lama tidak bertemu, lalu tiba-tiba ponsel kita berdering dan teman tersebut menelephone. Sahabatku dalam kepanikan karena belum menyelesaikan pekerjaan yang penting, sementara 1 jam lagi Sahabatku masih harus pergi untuk menemui klien yang juga penting. Tetapi tiba-tiba klien tersebut menelephone dan membatalkan janji bertemu pada hari itu.  Apa yang Sahabatku rasakan ?  lega sekali bukan ? karena itu berarti sekarang Sahabatku punya waktu banyak untuk menyelesaikan pekerjaan Sahabatku. Suatu kebetulankah semua itu ? Tidak. Ketahuilah, ketika kita berbicara di dalam hati kita tentang segala kekawatiran, kebutuhan dan keinginan kita dengan mengikut sertakan Tuhan, kita sedang berbicara kepada Tuhan. Teman saya tadi sudah membuktikannya, dia memulai kata-katanya dengan : “ Ya Tuhan ….. “   itu sama dengan kita berdoa didalam hati meminta Tuhan menolong kita. Tuhan pasti akan menjawab doa kita – Dia pasti akan memberikan pertolongan. Karena itu, berdoalah senantiasa, agar kita lebih dekat lagi kepada-Nya.
    Lihat Selengkapnya
  • * Dipersembahkan dengan penuh kasih kepada Theresa dan William Lonsdale, yang kini telah menikmati sukacita surgawi, dari ananda yang mengasihimu.

    MENGAPA MENGAKU DOSA ITU BAIK?

    Dikatakan bahwa “Orang Katolik tidak perlu membayar biaya Psikiater (= dokter ahli jiwa) seperti orang lain, sebab kita memperolehnya secara gratis setiap hari Sabtu da...lam Kamar Pengakuan.” Yah, pernyataan itu tidak sepenuhnya benar - hanya sedikit saja imam yang memang seorang psikiater - tetapi sungguh benar bahwa kamu mempunyai seorang penolong yang hebat untuk memberimu nasehat serta penyembuhan dalam Sakramen Rekonsiliasi (atau Sakramen Pengakuan Dosa) yang kamu terima secara teratur. LAGIPULA - dan ini sesungguhnya yang lebih penting - kamu memperoleh kuasa Sakramen untuk melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan dalam hidupmu agar memperoleh damai.

     Dikatakan juga bahwa “Pengakuan Dosa itu baik bagi jiwa.” Memang benar demikian. Berbahaya sekali memendam persoalan-persoalan di dalam hati kita sendiri. Seringkali, hal terbaik yang dapat kita lakukan ialah membicarakannya dengan seseorang yang kita percaya. Dengan siapakah kita dapat melakukannya lebih baik daripada dengan seorang imam Katolik? 

    APA ITU DOSA?

    PADA DASARNYA, DOSA IALAH SESUATU YANG KITA LAKUKAN YANG MENYAKITI ORANG LAIN. Jika kita menyakiti orang lain, kita bersalah. Mungkin tampaknya terlalu “Katolik” untuk merasa khawatir akan kesalahan kita, tetapi kesalahan sebenarnya adalah masalah tanggung-jawab. Jika kita menyakiti orang lain, kita harus merasa bersalah karena kita bertanggung jawab atas penderitaan orang itu.

    Tentu saja, ada sebagian orang yang khawatir akan kesalahan mereka secara berlebihan. Mereka mempunyai skrupul batin (skrupul: sangat teliti, bahkan kadang berlebihan, pada hal yang sekecil-kecilnya) dan merasa berdosa dalam segala sesuatu yang mereka lakukan. Tetapi hal seperti itu sudah tidak lazim lagi di abad ke-21 ini!

    Kebanyakan orang tidak lagi peduli akan akibat-akibat dari perbuatan mereka. Mereka hidup hanya untuk saat ini. Sesungguhnya, segala sesuatu yang kita lakukan membawa akibat bagi orang lain, kadang-kadang akibat baik, tetapi seringkali akibat buruk. Akibat itu disebut “Efek Domino” - yaitu serentetan akibat yang dapat menimbulkan masalah selama bertahun-tahun.

    Biasanya ada tiga pihak yang menderita karena dosa: orang yang kamu sakiti, kamu sendiri, dan Tuhan. Mengapa Tuhan? Karena Tuhan adalah Bapa semua orang. Semua Bapa menderita jika anak-anak mereka disakiti. Tuhan itu penuh belas kasih. “Belas Kasih” artinya ikut merasa menderita dengan penderitaan orang lain. Tuhan sungguh-sungguh merasakan penderitaan kita, seolah-olah penderitaan itu menimpa Tuhan sendiri.

    UNTUNGNYA, KITA DAPAT MELAKUKAN SESUATU

    Begitu kita sadar bahwa kita menyakiti orang lain, saatnyalah bagi kita untuk berubah. Itulah alasan utama Pengakuan Dosa. Tuhan mengampuni kita DAN memberi kita pertolongan untuk berubah. MENGAPA SAYA HARUS MENGAKUKAN DOSA-DOSA SAYA KEPADA SEORANG MANUSIA?

    Sebagian orang mengatakan bahwa mereka tidak perlu mengakukan dosa-dosa mereka kepada seorang manusia. Mereka mengatakan bahwa mereka dapat mengatakan kepada Tuhan bahwa mereka menyesal dan Tuhan akan mengampuni mereka, di mana saja, dan kapan saja. Tetapi Sakramen Pengakuan Dosa (atau Rekonsiliasi) lebih dari hanya sekedar pengampunan dosa. Jika kita sungguh-sungguh menyesal, kita perlu berubah, berhenti berbuat dosa.

    Imam adalah penasehat yang dapat menjelaskan mengapa kita bersalah dan bagaimana kita dapat berubah. Imam tidak berada di sana untuk menghakimi atau pun menghukum kita. Imam berada di sana untuk menganalisa masalah serta menyarankan penyembuhannya. Ia dapat menjelaskan segala sesuatunya dan bahkan akan mengatakan kepadamu jika kamu memang tidak bersalah.

    Penitensi adalah bagian dari penyembuhan. Penitensi merupakan suatu langkah kecil awal untuk mengubah cara hidup kita. Kita tidak harus mengubah cara hidup kita saat itu juga, tetapi kita harus berubah. Sakramen Pengakuan Dosa memberi kita kekuatan untuk melakukan perubahan.

    DARIMANAKAH SAKRAMEN PENGAKUAN DOSA BERASAL?

    Yesus-lah yang memulai Sakramen Rekonsiliasi. Pada hari raya Paskah, Ia bersabda kepada para murid-Nya: “Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: "Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada." (Yoh 20:21-23)

    Kuasa ini diwariskan selama berabad-abad. Sakramen adalah semacam bahasa isyarat dari Tuhan. Sakramen berbicara langsung kepada jiwa. Tidak seperti bahasa isyarat lainnya, bahasa isyarat Tuhan memiliki kuasa untuk melakukan apa yang dikatakannya. Isyarat dalam Sakramen Pengakuan adalah absolusi (=pengampunan dosa) oleh imam. Gereja melaksanakan apa yang diperintahkan Yesus kepada kita, “mengampuni dosa orang.”

    “Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.” (Yak 5:16)  

    PENITENSI

    Absolusi adalah langkah awal dari proses perubahan. Penitensi (= denda dosa) adalah langkah selanjutnya. Penitensi bukanlah suatu hukuman atas dosa-dosa yang kita akukan. Penitensi adalah langkah untuk menyembuhkan. Penitensi yang terbaik bukanlah setumpuk doa-doa belaka, tetapi tindakan-tindakan nyata untuk mengatasi dosa. Misalnya, jika seseorang mengaku dosa karena marah kepada sahabatnya, penitensinya kemungkinan adalah berlaku lebih lembut dan sabar kepada sahabatnya itu. Memang suatu hukuman yang berat, tetapi dapat menghasilkan mukjizat.

    BAGAIMANA SAYA DAPAT MENGAKU DOSA DENGAN BAIK?

    Selalu mulai dengan mengingat. Pikirkan orang-orang yang ada di sekitarmu. Mungkin diawali dengan keluargamu. Kemudian yang lainnya juga: sanak saudara, tetangga, rekan sekerja, teman sekolah, orang yang kamu potong jalannya di jalan raya minggu lalu, dan sebagainya, dan sebagainya.

    Pikirkan tentang kejadian-kejadian baru-baru ini dalam hidupmu yang melibatkan orang-orang tersebut. Pengaruh apakah yang kamu berikan kepada mereka? Apakah, jika ada, yang kamu lakukan sehingga menyakiti mereka? Juga, apakah yang seharusnya kamu lakukan, tetapi tidak kamu lakukan? Adakah seseorang yang  membutuhkan pertolongan dan kamu tidak menawarkan pertolonganmu?

    Sekarang tarik mundur ingatanmu agak sedikit jauh ke belakang. Kemungkinan kamu tidak melakukan suatu dosa besar atau “dosa berat”, tetapi adakah dosa-dosa yang merupakan kebiasaan, yang kamu lakukan dan lakukan lagi. Setetes air hujan mungkin tidak berarti, tetapi jika tetesan-tetesan itu ditampung untuk jangka waktu yang lama, maka tetesan hujan itu dapat mengakibatkan banjir! Suatu ejekan, yang kecil dan sepele - jika diulang dan diulang- dapat menjadi gunung kebencian.

    PEMERIKSAAN BATIN

    Kecuali jika kamu mempunyai ingatan yang luar biasa, pada umumnya kamu lupa akan sebagian besar perkara yang kamu lakukan. Oleh karena itulah suatu sarana sederhana diperlukan untuk membantumu. Sarana itu disebut “Pemeriksaan Batin” yaitu suatu daftar pertanyaan untuk diajukan kepada dirimu sendiri sebelum kamu mengaku dosa. (lihat Lembar Pemeriksaan Batin)

    Suara Batin atau Hati Nurani adalah kesadaran moral atau etik atas kelakuanmu dengan dorongan untuk memilih yang baik dari yang jahat. Suara batin haruslah dibentuk dalam terang Sabda Allah, yaitu melalui Gereja. MENGAKU DOSA

    Pelaksanaan Sakramen Pengakuan dapat berbeda dari tempat yang satu dengan tempat yang lain. Di beberapa tempat, pengakuan dilaksanakan dalam Kamar Pengakuan. Di tempat lainnya, dibuat suatu tempat pengakuan khusus.

    Kamu boleh berlutut di balik sekat atau boleh juga berlutut berhadapan muka dengan imam. Secara pribadi, saya lebih menyukai posisi berlutut menghadap imam, sebab imam berada di sana untuk menjadi penasehatmu. Jika ia dapat melihat ke dalam matamu, ia dapat mempunyai gambaran yang lebih baik bagaimana menasehatimu. Matamu berbicara banyak tentang kamu! Imam tidak berada di sana untuk memarahimu atau menghakimimu. Imam juga seorang yang berdosa seperti semua orang lain. Imam harus mengaku dosa juga!

    APA YANG SAYA KATAKAN?

    Tata cara Sakramen Pengakuan dapat berbeda-beda, tetapi biasanya imam akan menyambutmu. Mungkin imam akan berbincang sejenak denganmu, atau memulai dengan sebuah doa. Terkadang imam membacakan suatu perikop dari Kitab Suci tentang belas kasih Tuhan.

    Sungguh, kamu tidak perlu khawatir tentang rumusan-rumusan atau doa-doa tertentu. Memang mungkin ada suatu rumusan standard di tempatmu, tetapi yang terbaik adalah menjadikan segala sesuatunya praktis. Sebaiknya kamu merasa santai dan mengatakan kepada imam sudah berapa lamakah sejak pengakuanmu yang terakhir, atau menjawab pertanyaan yang mungkin diajukan oleh imam.

    Yang terpenting adalah meminta pertolongan. Jika kamu terbiasa tanpa pikir panjang mengucapkan suatu daftar panjang tentang hal-hal yang sama, mungkin kamu dapat mencoba untuk berkonsentrasi pada beberapa di antaranya, daripada menyebutkan semua yang biasa kamu katakan.

    Imam mungkin akan meminta keterangan lebih lanjut, tetapi hal itu hanya dimaksudkan agar ia dapat memberikan nasehat yang terbaik bagimu. Hal utama yang perlu diingat adalah bahwa pengakuanmu itu sifatnya pribadi dan hanya dimaksudkan untuk menolongmu. Kamu berada di sana untuk didamaikan kembali dengan Tuhan. Pastilah Tuhan merindukan untuk bersahabat kembali denganmu!

    SESUDAH PENGAKUAN DOSA

    Kamu akan keluar dari Kamar Pengakuan dengan perasaan lega! Cobalah untuk melaksanakan penitensi penyembuhanmu sesegera mungkin. Kamu telah diampuni, disembuhkan serta dipulihkan sepenuhnya persahabatanmu dengan Tuhan. Salah satu hal terindah tentang pengampunan dosa adalah bahwa Tuhan mengampuni dan melupakan! Begitu dosa-dosamu telah diampuni, kamu diperbaharui dalam rahmat Tuhan. Kamu harus mempunyai niat yang kuat untuk menghindari dosa di masa mendatang. Tetapi jika kamu tergelincir atau melakukan kesalahan, ingatlah TUHAN SENANTIASA ADA DI SANA DENGAN KASIH-NYA! 

    sumber : News For Kids, Rm Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com

    Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Fr. Richard Lonsdale.”

PENGETAHUAN IMAN : SEKILAS AJARAN GEREJA TENTANG BUNDA MARIA


I. Menuju Yesus melalui Bunda Maria
Ad Jesum per Mariam” (Menuju Yesus melalui Bunda Maria) adalah istilah yang sering kita dengar. Namun sudahkah kita menghayati pepatah ini, dan menjadikannya sebagai semboyan hidup sendiri? Barangkali proses pemahaman tentang hal ini akan memakan waktu sepanjang hidup kita, dan semoga hari demi hari Tuhan menamb...ahkan kepada kita pemahaman yang semakin mendalam.
Pemahaman tentang ajaran Gereja Katolik tentang Bunda Maria tidak terlepas dari apa yang dipaparkan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, yang juga diteruskan dalam Tradisi Suci, yang dapat diterangkan sebagai berikut:
1. Peran Bunda Maria telah digambarkan secara samar- samar dalam Kitab Perjanjian Lama. Jadi, dengan melihat tipologi, kita dapat melihat kaitan antara penggambarannya di Perjanjian Lama dan penggenapannya di Perjanjian Baru.
2. Peran Bunda Maria disampaikan secara eksplisit dalam Kitab Suci terutama dalam Injil.
3. Peran Bunda Maria kemudian banyak disampaikan oleh Tradisi Suci, yaitu dari ajaran yang disampaikan oleh para Bapa Gereja, dan yang dilestarikan juga dalam liturgi suci dan oleh pengajaran Magisterium, yang menunjukkan bahwa Bunda Maria selalu menjadi bagian dalam sejarah kehidupan Gereja di sepanjang jaman.
Ad Jesum per Mariam“, pepatah ini berguna bagi pemahaman akan inti penghormatan kita kepada Bunda Maria. Mengapa? Karena penghormatan kita kepada Bunda Maria tidak terlepas dari penghormatan kita kepada Yesus. Kita menuju Yesus melalui Bunda Maria. Maka, secara prinsip, dapat dikatakan demikian:
1. Seluruh gelar dan kehormatan Maria yang diberikan Allah kepadanya adalah demi kehormatan Yesus Kristus Putera-Nya, dan penghormatan ini selalu berada di bawah penghormatan kepada Kristus.
2. Dasar penghormatan kepada Bunda Maria adalah karena perannya sebagai Bunda Allah.
3. Sebagai Bunda Allah, Maria dikuduskan Allah dan mengambil peran istimewa dalam keseluruhan rencana keselamatan Allah.
a. Untuk itu Maria dipersiapkan Allah, dengan dibebaskan dari dosa asal sejak terbentuknya di dalam kandungan (Immaculate Conception). Pemahaman akan kaitan makna penggambaran Perjanjian Lama dalam penggenapannya dengan Perjanjian Baru menjelaskan kekudusan Maria ini sebagai: i) Sang Hawa Baru yang bekerjasama dengan Kristus Sang Adam yang baru; dan ii) Sang Tabut Perjanjian Baru yang mengandung Kristus, yang adalah Tanda Perjanjian Baru.
b. Bunda Maria menjalankan perannya sebagai Bunda Allah dan bekerjasama dalam rencana keselamatan Allah. Kerjasama Maria ini terlihat dari ketaatan-Nya dalam mendengarkan dan melaksanakan Sabda Allah. Oleh sebab itu, kerjasama Bunda Maria ini tidak hanya terbatas oleh kesediaannya untuk mengandung dan melahirkan Yesus; namun juga kesetiaannya dalam membesarkan dan mendampingi Yesus dalam menjalankan misi keselamatan Allah. Maria juga menjadi mediatrix/ pengantara yang menghantar orang- orang kepada Kristus, [dan ini dilakukannya tidak saja selama hidupnya di dunia, tetapi juga saat ia telah kembali ke surga].
c. Kerjasama Bunda Maria dengan rahmat Allah yang diterimanya, menghasilkan: i)persatuannya dengan Kristus, baik saat ia hidup di dunia ini, maupun pada saat ia beralih dari dunia ini dan sesudahnya dalam kehidupan kekal; ii) Oleh jasa pengorbanan Kristus, Bunda Maria diangkat ke surga; iii) Maria menjadi bunda semua umat beriman, karena Kristus telah memberikannya kepada kita sebagai ibu kita juga; iv) Setelah ia diangkat ke surga, Bunda Maria tetap menjadi pengantara kita kepada Kristus dengan doa- doa syafaatnya; v) Bunda Maria diangkat oleh Allah menjadi Ratu Surga.
4. Pengaruh doktrin Maria kepada kita umat beriman.
a. Ketaatan dan kekudusa Bunda Maria adalah bagi kita umat beriman.b. Maria adalah Bunda Gereja, Bunda kita umat beriman.c. Maria adalah Ibu dan Perawan, maka Gereja juga adalah ibu dan perawan.d. Pengangkatan Bunda Maria ke surga adalah gambaran akhir bagi kita kelak.
II. Seluruh gelar dan kehormatan Maria adalah demi Putera-Nya Yesus dan selalu berada di bawah penghormatan kepada Yesus.
Cardinal Newman mengatakan “the Glories of Mary are for the sake of her Son”[1]. Ini berarti bahwa apapun gelar dan penghormatan kepada Maria selalu “secondary” (berada di bawah) setelah Puteranya, Yesus Kristus. Ini juga berarti bahwa semua penghormatan dan gelar yang diberikan kepada Maria, senantiasa berakar pada hubungannya yang begitu istimewa dengan Tritunggal Maha Kudus. Ia menjadi puteri Allah Bapa, Bunda Allah Putera dan mempelai Roh Kudus. Sebagai puteri Allah Bapa, Bunda Maria senantiasa taat dan senantiasa melaksanakan kehendak Allah Bapa di sepanjang langkah hidupnya. Sebagai puteri Allah Bapa, Maria menunjukkan ketaatannya untuk bekerjasama dengan Allah dalam karya keselamatan. Sebagai bunda Allah Putera, Maria berpartisipasi dalam karya penyelamatan manusia dan senantiasa membawa seluruh umat Allah kepada Puteranya. Sebagai mempelai Allah Roh Kudus, Maria menjadi sosok yang kudus dan tak bercela.
Konsili Vatikan II mengajarkan tentang hal ini demikian:
“Karena pahala putera-Nya ia ditebus secara lebih unggul, serta dipersatukan dengan-Nya dalam ikatan yang erat dan tidak terputuskan. Ia dianugerahi kurnia serta martabat yang amat luhur, yakni menjadi Bunda Putera Allah, maka juga menjadi Puteri Bapa yang terkasih dankenisah Roh Kudus. Karena anugerah rahmat yang sangat istimewa itu ia jauh lebih unggul dari semua makhluk lainnya, baik di sorga maupun di bumi….” (Lumen Gentium, 53)
Pengantara kita hanya ada satu, menurut sabda Rasul: “Sebab Allah itu esa, dan esa pula pengantara antara Allah dan manusia, yakni manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua orang” (1Tim 2:5-6). Adapun peran keibuan Maria terhadap umat manusia sedikit pun tidak menyuramkan atau mengurangi pengantaraan Kristus yang tunggal itu, melainkan justru menunjukkan kekuatannya. Sebab segala pengaruh Santa Perawan yang menyelamatkan manusia tidak berasal dari suatu keharusan objektif, melainkan dari kebaikan ilahi. Pengaruh tersebut mengalir dari kelimpahan pahala Kristusbertumpu pada pengantaraan-Nya, sama sekali tergantung dari padanya, dan menimba segala kekuatannya dari padanya. Pengaruh itu sama sekali tidak merintangi persatuan langsung kaum beriman dengan Kristus, melainkan justru mendukungnya.” (Lumen Gentium 60)
Sebab tiada makluk satu pun yang pernah dapat disejajarkan dengan Sabda yang menjelma dan Penebus kita. Namun seperti imamat Kristus secara berbeda-beda ikut dihayati oleh para pelayan (imam) maupun oleh Umat beriman, dan seperti satu kebaikan Allah terpancarkan secara nyata kepada makhluk-makhluk ciptaan-Nya dengan cara yang berbeda-beda, begitu pula satu-satunya pengantaraan Penebus tidak meniadakan, melainkan membangkitkan pada mereka aneka bentuk kerja sama yang berasal dari satu-satunya sumber. Adapun Gereja tanpa ragu-ragu mengakui, bahwa Maria memainkan peran yang berada di bawah Kristus seperti itu. Gereja tiada hentinya mengalaminya, dan menganjurkan kepada kaum beriman, supaya mereka ditopang oleh perlindungan Bunda itu lebih erat menyatukan diri dengan Sang Pengantara dan Penyelamat.” (Lumen Gentium 62)
III. Dasar penghormatan kepada Bunda Maria adalah karena perannya sebagai Bunda Allah (Theotokos)
Kepenuhan rahmat Tuhan dalam diri Maria dan martabatnya diperoleh dari perannya sebagai Bunda Allah. Bahkan dapat dikatakan bahwa seluruh gelar tentang Maria bersumber pada kenyataan bahwa Maria adalah Bunda Allah, bunda Sang Penebus. Oleh karena itu, semua gelar Maria senantiasa bersumber pada misteri Inkarnasi Kristus. Jadi, seluruh gelar Maria adalah untuk semakin memperkuat pengajaran tentang Inkarnasi Kristus.
III.1. Dasar Kitab Suci: Theotokos:
1. Kejadian 3:15: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” Janji ini tentang ‘perempuan itu (the woman) dan keturunannya’ mengacu kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria, ibu yang melahirkan-Nya.
2. Lukas 1:42-43, Elisabeth menyebut Bunda Maria sebagai “ibu Tuhanku.” Elisabeth juga menyebutkan Maria sebagai seseorang yang terberkati di antara wanita, oleh karena ia mengandung Yesus.
3. Yesaya 7:14; Matius 1:23, “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan mereka akan menamakan Dia Immanuel, yang berarti, “Allah menyertai kita.”
4. Lukas 1:35: Kata malaikat itu, “….sebab anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, anak Allah.
5. Matius 2:11. “Maka masuklah mereka … dan melihat Anak itu bersama dengan ibu-Nya.
6. Galatia 4:4: “tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.
III.2. Dasar Tradisi Suci: Theotokos
Berikut ini adalah pengajaran para Bapa Gereja yang menyebutkan bahwa Maria adalah sungguh Bunda Allah:
1. St. Irenaeus (189): “Perawan Maria, yang taat kepada Sabda-Nya menerima dari kabar gembira malaikat bahwa ia akan melahirkan Tuhan.”[2].
2. St. Petrus dari Alexandria (260-311): “Kami mengakui kebangkitan orang mati, di mana Yesus kristus Tuhan kita menjadi yang pertama; Ia mempunyai tubuh yang sungguh, bukan hanya kelihatan sebagai tubuh, tetapi tubuh yang diperoleh dari Maria Bunda Allah.[3]
3. St. Cyril dari Jerusalem (350): “Banyaklah saksi sejati tentang Kristus. Allah Bapa memberi kesaksian tentang Putera-Nya dari Surga, Roh Kudus turun dengan mengambil rupa seperti burung merpati: Penghulu malaikat memberikan kabar gembira kepada Maria: Perawan Bunda Allah memberikan kesaksian …..”[4]
4. St. Athanasius (365): “Sabda Allah Bapa di tempat yang Maha tinggi, …. adalah Ia yang dilahirkan di bawah ini, oleh Perawan Maria, Bunda Allah.[5]
5. St. Epifanus (374): Ia [Kristus] membentuk manusia menjadi sempurna di dalam Diri-Nya sendiri, dari Maria Bunda Allah, melalui Roh Kudus.”[6]
6. St. Ambrosius (378): “Biarkan hidup Maria …. memancar seperti penampakan kemurnian dan cermin bentuk kebajikan…. Hal utama yang mendorong semangat dalam proses belajar adalah kebesaran sang guru. Apakah yang lebih besar daripada Bunda Tuhan?[7]
7. St. Jeromus/ Jerome (384): “Jadikan teladanmu, Maria yang terberkati, yang karena kemurniannya yang tak tertandingi menjadikannya Bunda Allah.”[8]
8. St. Gregorius Naziansa (382) menyatakan, barangsiapa tidak percaya bahwa Bunda Maria adalah Bunda Allah, maka ia adalah orang asing bagi Allah. Sebab Bunda Maria bukan semata-mata saluran, melainkan Kristus sungguh-sungguh terbentuk di dalam rahim Maria secara ilahi (karena tanpa campur tangan manusia) namun juga secara manusiawi (karena mengikuti hukum alam manusia).[9]
9. St. Yohanes Cassian (430): “….Kami akan membuktikan oleh kesaksian Ilahi bahwa Kristus adalah Allah dan bahwa Maria adalah Bunda Allah.”[10].
10. St. Cyril dari Alexandria (444): “Bunda Maria, Bunda Allah…, bait Allah yang kudus yang di dalamnya Tuhan sendiri dikandung… Sebab jika Tuhan Yesus adalah Allah, bagaimanakah mungkin Bunda Maria yang mengandung-Nya tidak disebut sebagai Bunda Allah?”[11].
11. St. Vincent dari Lerins (450): “Semoga Tuhan melarang siapapun yang berusaha merampas dari Maria yang kudus, hak- hak istimewanya yaitu rahmat ilahi dan kemuliaannya. Sebab dengan keistimewaannya yang unik dari Tuhan, ia disebut sebagai Bunda Allah [Theotokos] yang sungguh dan yang sangat terberkati. Santa Maria adalah Bunda Allah, sebab di dalam rahimnya yang kudus digenapilah misteri yang karena kesatuan Pribadi yang unik dan satu- satunya, Sang Sabda yang menjelma menjadi manusia, sehingga manusia itu adalah Tuhan dan di dalam Tuhan.[12]
12. St. Yohanes Damaskinus (749): “Biarkanlah Nestorius menjadi malu dan menutup mulutnya. Anak ini adalah Allah. Bagaimana mungkin ia yang melahirkan-Nya bukan Bunda Allah?”[13].
III.3. Pengajaran Magisterium Gereja: Theotokos
Gereja Katolik mengajarkan:“Maria adalah sungguh- sungguh Bunda Allah” (De fide)[14].
Doktrin Maria sebagai Bunda Allah/ “Theotokos” ……. dinyatakan Gereja melalui Konsili di Efesus (431) dan Konsili keempat di Chalcedon (451). Pengajaran ini diresmikan pada kedua Konsili tersebut, namun bukan berarti bahwa sebelum tahun 431, Bunda Maria belum disebut sebagai Bunda Allah. Kepercayaan Gereja akan peran Maria sebagai Bunda Allah dan Hawa yang baru sudah berakar sejak abad awal. Keberadaan Konsili Efesus yang mengajarkan “Theotokos” tersebut adalah untuk menolak pengajaran sesat dari Nestorius. Nestorius hanya mengakui Maria sebagai ibu kemanusiaan Yesus, tapi bukan ibu Yesus sebagai Tuhan, sebab menurut Nestorius yang dilahirkan oleh Maria adalah manusia yang di dalamnya Tuhan tinggal, dan bukan Tuhan sendiri yang sungguh menjelma menjadi manusia. Konsili Efesus mengajarkan:
“Jika seseorang tidak mengakui bahwa Emmanuel adalah Tuhan sendiri dan oleh karena itu Perawan Suci Maria adalah Bunda Tuhan (Theotokos); dalam arti di dalam dagingnya ia [Maria] mengandung Sabda Allah yang menjelma menjadi daging [seperti tertulis bahwa "Sabda sudah menjadi daging", terkutuklah ia." (D113)
Bahwa Maria adalah Bunda Allah adalah pengajaran Gereja sepanjang sejarah dan ini ditegaskan kembali dalam Konsili Vatikan II:
"Sebab perawan Maria, yang sesudah warta Malaikat menerima Sabda Allah dalam hati maupun tubuhnya, serta memberikan Hidup kepada dunia, diakui dan dihormati sebagai Bunda Allah dan [Bunda] penebus yang sesungguhnya.” (Lumen Gentium 53)
IV. Sebagai Bunda Allah, Maria dikuduskan Allah dan mengambil peran istimewa dalam rencana keselamatan Allah.
Karena peran Bunda Maria sebagai Bunda Allah ini maka ia dipersiapkan dan dikuduskan oleh Allah. Peran sebagai Bunda Allah dalam rencana keselamatan ini menjadikan Maria sebagai Hawa yang baru, yang bekerja sama dengan Kristus sang Adam yang baru, untuk menyelamatkan manusia. Hal- hal yang berkaitan dengan keistimewaan Bunda Maria sebagai Bunda Allah, dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok: a) persiapan Allah untuk menjadikan Maria sebagai Bunda-Nya b) kerja sama Bunda Maria dalam rencana keselamatan Allah c) buah/hasil yang diterima Maria dari perannya sebagai Bunda Allah.
IV.1 Persiapan Bunda Maria sebagai Bunda Allah
Kepenuhan rahmat Tuhan dalam diri Maria dan martabatnya diperoleh dari perannya sebagai Bunda Allah. Para Bapa Gereja mengajarkan bahwa Bunda Maria adalah Hawa yang baru, dan Tabut Perjanjian Baru. Keberadaan Bunda Maria telah dinubuatkan sejak awal mula, yaitu setelah kejatuhan Adam dan Hawa. Jika melalui Hawa, manusia memperoleh maut, maka melalui Maria, manusia memperoleh hidup kekal di dalam Kristus Tuhan yang dilahirkannya. Untuk misi utamanya sebagai Hawa Baru dan Ibu Tuhan, makaMaria dikuduskan Allah. Dikuduskan di sini artinya dibebaskan dari noda dosa asal, dan karenanya Maria tidak berdosa dan tetap perawan sepanjang hidupnya.
IV.1.a Dasar Kitab Suci: Maria telah dipersiapkan Allah
1. Kejadian 3:15: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” ‘Perempuan’ yang keturunannya akan mengalahkan ular (Iblis) ini adalah Bunda Maria. Karena perannya sebagai sang perempuan yang mengalahkan Iblis ini, maka Maria oleh Allah dibebaskan dari noda dosa; sebab jika ia berdosa/ tercemar oleh Iblis, bagaimana mungkin ia mengalahkan Iblis, seperti disebut dalam Kej 3:15.
Yohanes 2:4; 19:26, juga menyebutkan Maria sebagai ‘perempuan’, dan dengan demikian mengacu pada ‘perempuan’ yang dijanjikan Allah yang akan melahirkan keturunan yang akan meremukkan kepala Iblis, seperti disebutkan pada Kej 3:15.
2. Wahyu 11:19- 12:1-2: Bunda Maria sebagai Tabut Perjanjian Baru
Di dalam Kitab Perjanjian Lama, yaitu di Kitab Keluaran bab 25 sampai dengan 31, kita melihat bagaimana ’spesifik-nya’ Allah saat Ia memerintahkan Nabi Musa untuk membangun Kemah suci dan Tabut Perjanjian. Ukurannya, bentuknya, bahannya, warnanya, pakaian imamnya, sampai seniman-nya (lih. Kel 31:1-6), semua ditunjuk oleh Tuhan. Hanya imam (Harun) yang boleh memasuki tempat Maha Kudus itu dan ia pun harus disucikan sebelum mempersembahkan korban di Kemah suci (Kel 40:12-15). Jika ia berdosa, maka ia akan meninggal seketika pada saat ia menjalankan tugasnya di Kemah itu (Im 22:9). Hal ini menunjukkan bagaimana Allah sangat mementingkan kekudusan Tabut suci itu, yang di dalamnya diletakkan roti manna (Kel 25:30), dan dua loh batu kesepuluh perintah Allah (Kel 25:16), dan tongkat imam Harun (Bil 17:10; Ibr 9:4).Betapa lebih istimewanya perhatian Allah pada kekudusan Bunda Maria, Sang Tabut Perjanjian Baru, karena di dalamnya terkandung PuteraNya sendiri, Sang Roti Hidup (Yoh 6:35), Sang Sabda yang menjadi manusia (Yoh 1:14), Sang Imam Agung yang Tertinggi (Ibr 8:1)! Persyaratan kekudusan Bunda Maria -Sang Tabut Perjanjian Baru- pastilah jauh lebih tinggi daripada kekudusan Tabut Perjanjian Lama yang tercatat dalam Kitab Keluaran itu. Bunda Maria, Sang Tabut Perjanjian Baru, harus kudus, dan tidak mungkin berdosa, karena Allah sendiri masuk dan tinggal di dalam rahimnya. Itulah sebabnya Bunda Maria dibebaskan dari noda dosa oleh Allah.
Selanjutnya, berikut ini adalah ayat-ayat yang menunjukkan perbandingan antara tabut perjanjian lama dengan Maria
2 Sam 6:7; 1 Taw 13:9-10; Tabut Allah adalah sesuatu yang kudus. Pada PL, ketika Uza karena keteledorannya menyentuh tabut itu, Allah menghukumnya dan Uza wafat seketika.
2 Sam 6:16 dengan Luk 1:41: Seperti halnya Raja Daud, Yohanes Pembaptis melompat kegirangan di hadapan Tabut Allah (Bunda Maria).
2 Sam 6:9: “Bagaimana tabut Tuhan itu dapat sampai kepadaku?” dengan Luk 1:43: “Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?”
2 Sam 6:11, 1 Taw 13:14 dengan Luk 1:56: Bunda Maria tetap tinggal di rumah persinggahannya selama tiga bulan.
3. Lukas 1:28: Bunda Maria dikatakan sebagai ‘full of grace/ penuh rahmat’ [kecharitomene -bahasa Yunani] pada saat menerima Kabar Gembira dari Malaikat. Di dalam Kitab Suci, kata ‘penuh rahmat/ penuh kasih karunia’ hanya digunakan untuk satu orang yang lain, yaitu Yesus, pada Yoh 1:14. Kecharitomene sendiri artinya adalah diubahkan seluruhnya oleh rahmat Tuhan, jadi artinya Maria telah disucikan seluruhnya oleh Tuhan sendiri. Dengan demikian Maria dikuduskan bukan baru pada saat menerima kabar gembira (sebab jika demikian ia tidak seluruhnya diubah/ dipenuhi oleh rahmat Allah) melainkan sejak awal mula konsepsinya di dalam rahim ibunya, Allah telah menguduskan dan membebaskannya dari segala noda dosa.
Hal ini diperoleh Maria oleh karena jasa pengorbanan Kristus, hanya saja ia memperoleh lebih dahulu, sebelum orang- orang yang lain, dan bahkan sebelum korban salib Kristus terjadi. Allah yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu berhak memberikan rahmat-Nya menurut kebijaksanaan-Nya.
4. Lukas 1:34: Kata Maria kepada malaikat itu: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku tidak bersuami (“I know not man“)?” (Douay Rheims Bible- terjemahan Vulgate)
5. Keluaran 13:2,12; 34:12 dan Lukas 2:7: Anak sulung artinya adalah anak pertama yang lahir dari rahim ibu. Sulung tidak berarti anak pertama dari banyak anak yang lain.
6. Yehezkiel 44:2 “Pintu gerbang ini harus tetap tertutup, jangan dibuka dan jangan seorangpun masuk dari situ, sebab Tuhan Allah Israel, sudah masuk melaluinya; karena itu gerbang itu harus tetap tertutup.” Nabi Yehezkiel bernubuat bahwa tak seorangpun boleh melalui gerbang yang olehnya Tuhan masuk ke dunia.
7. Markus 6:3: Yesus selalu dikenal sebagai “the son of Mary”/ anak Maria satu- satunya (“the“/ ’sang’ anak Maria) bukan sekedar “a son of Mary” (anak Maria). Sayangnya perkataan ‘the‘ ini tidak diterjemahkan dalam Kitab Suci terjemahan LAI
8. Lukas 2:41-51: Pada saat Yesus diketemukan di Bait Allah, tidak disebut adanya saudara- saudara Yesus yang lain.
9. Yohanes 19:26-27: Tidak mungkin Yesus menitipkan Ibu-Nya kepada sahabat-Nya (murid yang dikasihi-Nya) jika Ia masih mempunyai saudara kandung.Yoh 19:25, “Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria istri Klopas dan Maria Magdalena.” Ayat ini menjelaskan bahwa karena Maria istri Kleopas adalah saudara Bunda Maria, maka anak Maria istri Kleopas, yang bernama Yakobus dan Yusuf (Mat 27:56 dan Mrk 15:47) adalah saudara sepupu Yesus. Mat 27:61, 28:1 menyebutkan bahwa Maria istri Kleopas sebagai ‘Maria yang lain’/ the other Mary.
IV.1.b. Dasar Tradisi Suci: Maria telah dipersiapkan Allah – Tanpa dosa dan perawan
Berikut ini adalah pengajaran para Bapa Gereja yang menyebutkan Bunda Maria sebagai seorang yang dipenuhi rahmat Tuhan, Tabut Perjanjian Baru, dan karena itu tidak berdosa. Para Bapa Gereja mengajarkan demikian:
1. St. Irenaeus (180): “Hawa, dengan ketidaktaatannya [karena berdosa] mendatangkan kematian bagi dirinya dan seluruh umat manusia, … Maria dengan ketaatannya [tanpa dosa] mendatangkan keselamatan bagi dirinya dan seluruh umat manusia…. Oleh karena itu, ikatan ketidaktaatan Hawa dilepaskan oleh ketaatan Maria. Apa yang terikat oleh ketidakpercayaan Hawa dilepaskan oleh iman Maria.”[15]
2. St. Hippolytus (235): “Ia adalah tabut yang dibentuk dari kayu yang tidak dapat rusak. Sebab dengan ini ditandai bahwa Tabernakel-Nya dibebaskan dari kebusukan dan kerusakan.”[16]
3. Origen (244): “Bunda Perawan dari Putera Tunggal Allah ini disebut sebagai Maria, yang layak bagi Tuhan, yang tidak bernoda dari yang tidak bernoda, hanya satu- satunya”[17].
4. St. Gregorius (213-270): “Mari menyanyikan melodi yang diajarkan kepada kita oleh inspirasi harpa Raja Daud dan berkata, “Bangunlah, O Tuhan, kepada peristirahatanmu; Engkau, dan tabut tempat kudus-Mu.” Sebab sesungguhnya Sang Perawan Suci adalah sebuah tabut, yang dilapisi emas dari dalam dan luar, yang telah menerima keseluruhan harta dari tempat kudus.”[18]
5. St. Ephraim (361): ”Engkau sendiri dan Bunda-Mu adalah yang terindah daripada semua yang lain, sebab tidak ada cacat cela di dalam-Mu ataupun noda pada Bunda-Mu…[19] “Biarkan para wanita memuji-Nya, Maria yang murni.”[20]
6. St. Athanasius (373), “O, Perawan yang terberkati, sungguh engkau lebih besar daripada semua kebesaran yang lain. Sebab siapakah yang sama dengan kebesaranmu, O tempat kediaman Sang Sabda Allah? Kepada ciptaan mana, harus kubandingkan dengan engkau, O Perawan? Engkau lebih besar daripada semua ciptaan, O Tabut Perjanjian,yang dilapis dengan kemurnian, bukannya dengan emas! Engkau adalah Tabut Perjanjian yang didalamnya terdapat bejana emas yang berisi manna yang sejati, yaitu: daging di mana Ke-Allahan tinggal.”[21]
7. St. Epifanius (376): “Barangsiapa yang menghormati Tuhan, menghormati juga bejana kudus-Nya; mereka yang tidak menghormati bejana kudus itu, juga tidak menghormati Pemiliknya. Maria itulah adalah Perawan yang kudus, yaitu sang bejana kudus itu.”[22]
8. St. Ambrose (387): “Angkatlah tubuhku, yang telah jatuh di dalam Adam. Angkatlah aku, tidak dari Sarah, tetapi dari Maria, seorang Perawan, yang tidak saja tidak bernoda, tetapi Perawan yang oleh rahmat Allah telah dibuat tidak bersentuh dosa, dan bebas dari setiap noda dosa[23]”.
9. St. Gregorius Nazianza (390): “Ia [Yesus] dikandung oleh seorang perawan, yang terlebih dahulu telah dimurnikan oleh Roh Kudus di dalam jiwa dan tubuh, sebab seperti seseorang yang mengandung layak untuk menerima penghormatan, maka pentinglah bahwa ia yang perawan layak menerima penghormatan yang lebih besar.”[24]
10. St. Agustinus (415): “Kita harus menerima bahwa Perawan Maria yang suci, yang tentangnya saya tidak akan mempertanyakan sesuatupun ketika kita membicarakan tentang dosa, demi hormat kita kepada Tuhan; sebab dari Dia kita mengetahui betapa berlimpahnya rahmat untuk mengalahkan dosa di dalam segala hal telah diberikan kepadanya, yang telah berjasa untuk mengandung dan melahirkan Dia yang sudah pasti tidak berdosa.”[25]
11. Theodotus (446): “Seorang perawan, yang tak berdosa, tak benoda, bebas dari cacat cela, tidak tersentuh, tidak tercemar, kudus dalam jiwa dan tubuh, seperti setangkai lili yang berkembang di antara semak duri.”[26].
12. Proclus dari Konstantinopel (446): “Seperti Ia [Yesus] membentuknya [Maria] tanpa noda dari dirinya sendiri, maka Ia dilahirkan daripadanya tanpa meninggalkan noda.[27]
13. St. Severus (538): “Ia [Maria] …sama seperti kita, meskipun ia murni dari segala noda, dan ia tanpa noda.”[28].
14. St. Germanus dari Konstantinopel (733), mengajarkan tentang Maria sebagai yang “benar- benar terpilih, dan di atas semua, … melampaui di atas semua dalam hal kebesaran dan kemurnian kebajikan ilahi, tidak tercemar dengan dosa apapun.”[29]
Para Bapa Gereja juga mengajarkan bahwa selain Maria tidak berdosa, ia juga tetap perawan seumur hidupnya, baik sebelum, pada saat, dan setelah melahirkan Kristus. Demikian tulisan mereka:
1. St. Ignatius dari Antiokhia (meninggal tahun 110), Origen (233),Hilarius dari Poiters (m. 367) dan St.Gregorius Nissa (m. 394), mengajarkan tentang keperawanan Bunda Maria.[30]
2. Tertullian (213), “Dan sungguh, ada seorang perawan… yang melahirkan Kristus, supaya semua gelar kekudusan dapat dipenuhi di dalam diri orang tua Kristus, melalui seorang ibu yang adalah perawan dan istri dari satu orang suami.”[31]
3. St. Athanasius (293-373) menyebutkan Maria sebagai Perawan selamanya/Ever Virgin.[32]
4. St. Epifanus (374): Allah Putera …. telah lahir sempurna dari Maria suci dan tetap Perawan oleh Roh Kudus….”[33]
5. St. Jerome (347- 420) tidak hanya menyebutkan keperawanan Maria, tetapi juga keperawanan Yusuf.[34]
6. St. Agustinus dan St. Ambrosius (415), mengajarkan keperawanan Maria sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan Yesus Kristus, sehingga Maria adalah perawan selamanya.[35]
“Dengan kuasa Roh Kudus yang sama, Yesus lahir tanpa merusak keperawanan Bunda Maria, seperti halnya setelah kebangkitan-Nya, Dia dapat datang ke dalam ruang tempat para murid-Nya berdoa, tanpa merusak semua pintu yang terkunci (Lih. Yoh 20:26).”[36] Roh Kudus yang membangkitkan Yesus dari mati adalah Roh Kudus yang sama yang membentuk Yesus dalam rahim Bunda Maria. Maka kelahiran Yesus dan kebangkitan-Nya merupakan peristiwa yang ajaib: kelahirannya tidak merusak keperawanan Maria, seperti kebangkitan-Nya tidak merusak pintu yang terkunci.
Selanjutnya, St. Agustinus mengajarkan, “It is not right that He who came to heal corruption should by His advent violate integrity.” (Adalah tidak mungkin bahwa Ia yang datang untuk menyembuhkan korupsi/kerusakan, malah merusak keutuhan.”[37]
7. St. Petrus Kristologus (406- 450): “Sang Perawan mengandung, Sang Perawan melahirkan anaknya, dan ia tetap perawan”[38]. Paus St. Leo Agung(440-461) :“a Virgin conceived, a Virgin bare and a Virgin she remained.- [Ia adalah seorang Perawan yang mengandung, Perawan melahirkan, dan ia tetap Perawan.”[39]. St. Yohanes Damaskinus (676- 749) juga mengatakan hal yang serupa: "Ia yang tetap Perawan, bahkan tetap perawan setelah kelahiran [Kristus] tak pernah sampai akhir hidupnya berhubungan dengan seorang pria… Sebab meskipun dikatakan Ia [Kristus] sebagai yang ’sulung’…. arti kata ’sulung’ adalah ia yang lahir pertama kali, dan tidak menunjuk kepada kelahiran anak- anak berikutnya.”
IV.1.c Pengajaran Magisterium Gereja: Maria disucikan dan tetap perawan seumur hidupnya
Atas perannya sebagai Bunda Allah dan Hawa yang baru, Bunda Maria dipersiapkan Allah, sebagai berikut:
1. Maria dikandung tanpa noda, dibebaskan dari dosa asal (De fide)
Pembebasan dari dosa ini adalah persyaratan yang layak bagi seorang perempuan dan keturunannya, yang akan melawan Iblis (lih. Kej 2:15). Bagaimanakah sang perempuan itu dapat melawan Iblis, jika ia sendiri telah jatuh ke dalam perangkap Iblis itu?
Maka pada tanggal 8 Desember 1954, Pus Pius IX dalam Bulla, “Ineffabilis Deus” mengajarkan doktrin untuk diimani oleh semua umat beriman:
“Dengan rahmat yang unik dan hak istimewa yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Besar, oleh jasa Yesus Kristus Sang Penebus umat manusia, Perawan Maria yang tersuci pada saat konsepsinya, dibebaskan dari segala noda dosa asal.” (D 1641)
2. Sejak di kandungan, Maria dibebaskan dari concupiscence /kecenderungan berbuat dosa (Sententia communis).
Walaupun hal ini bukan merupakan pengajaran de fide, namun para teolog secara umum mengajarkan demikian berdasarkan ajaran St. Thomas Aquinas dalam ST III q. 27, a.3.
3. Akibat dari rahmat yang istimewa dari Tuhan, Maria dibebaskan dari setiap dosa sepanjang hidupnya (Sententia fidei proxima). Konsili Trente (1545-1563) mengajarkan:
“Tidak ada orang yang benar dapat untuk sepanjang hidupnya menghindari semua dosa, bahkan dosa- dosa ringan, kecuali atas dasar hak istimewa dari Tuhan, yang diyakini Gereja diberikan kepada Perawan Maria yang terberkati.” (D 833)
Paus Pius XII dalam surat ensikliknya, Mystici Corporis, tentang Perawan dan Bunda Tuhan, bahwa: “Ia tidak berdosa, baik dosa pribadi maupun dosa asal yang diturunkan.”
4. Maria adalah Perawan, sebelum pada saat dan sesudah kelahiran Yesus Kristus (De fide).
Konsili Konstantinopel II (553) menyebutkan Bunda Maria sebagai, “kudus, mulia, dan tetap-Perawan Maria”.[40]
Konsili ini merangkum ajaran-ajaran penting sehubungan dengan ajaran bahwa Yesus, adalah sungguh Allah dan sungguh manusia. Termasuk dalam ajaran ini adalah tentang keperawanan Maria.
Selanjutnya, pemahaman tentang Maria dikuduskan Allah diperoleh dengan memahami perbandingannya dengan Tabut Perjanjian di PL. Jika Tabut Perjanjian Lama saja begitu dikuduskan Allah, betapa Allah akan lebih lagi secara istimewa menguduskan Maria, Tabut Perjanjian Baru, yang mengandung dan melahirkan Kristus, Sang Sabda yang telah menjadi daging, Sang Roti Hidup dan Sang Imam Agung. Sinode Lateran (649) di bawah Paus Martin I mengatakan:
“Ia [Maria] mengandung tanpa benih laki-laki, [melainkan] dari Roh Kudus, melahirkan tanpa merusak keperawanannya, dan keperawanannya tetap tidak terganggu setelah melahirkan.” (D256)
Keperawanan Maria termasuk 1) keperawanan hati, 2) kemerdekaan dari hasrat seksual yang tak teratur dan 3) integritas fisik. Namun doktrin Gereja secara prinsip mengacu kepada keperawanan tubuh/ fisik Maria.
5. Maria mengandung dari Roh Kudus, tanpa campur tangan manusia (De fide)Ini sesuai dengan kabar gembira yang disampaikan oleh malaikat Gabriel (lih. Luk 1: 35). Maria mengadung dari Roh Kudus dinyatakan dalam Syahadat Aku Percaya, “Qui conceptus est de Spiritu Sancto.” (D 86, 256,993)
6. Maria melahirkan Putera-Nya tanpa merusak keperawanannya (De fide)Keperawanan Maria pada saat melahirkan Yesus termasuk dalam gelar, “tetap perawan” yang diberikan kepada Maria oleh Konsili Konstantinopel (553) (D214, 218, 227). Doktrin ini diajarkan oleh Paus Leo I dalam Epistola Dogmatica ad Flavianum (Ep 28,2), disetujui oleh Konsili di Kalsedon, dan diajarkan dalam Sinode Lateran (649). Prinsipnya adalah ajaran dari St. Agustinus (Enchiridion 34) yang mengajarkan dengan analogi- Yesus keluar dari kubur tanpa merusaknya, Ia masuk ke dalam ruangan terkunci tanpa membukanya, menembusnya sinar matahari dari gelas, lahirnya Sabda dari pangkuan Allah Bapa, keluarnya pikiran manusia dari jiwanya.
7. Setelah melahirkan Yesus, Maria tetap perawan (De fide).Konsili Konstantinopel (553) dan Sinode Lateran menyebutkan gelar “tetap perawan”(D 214, 218, 227). St. Agustinus dan para Bapa Gereja mengartikan ayat yang disampaikan oleh Bunda Maria, “karena aku tidak bersuami (I know not man)” (Luk 1:34) (Douay Rheims Bible) adalah suatu ungkapan kaul Bunda Maria untuk hidup selibat sepanjang hidupnya.
8. Konsili Vatikan II mengajarkan demikian:
“Kitab-kitab Perjanjian Lama maupun Baru, begitu pula Tradisi yang terhormat, memperlihatkan peran Bunda Penyelamat dalam tata keselamatan dengan cara yang semakin jelas … Dalam terang itu ia [Maria] sudah dibayangkan secara profetis dalam janji yang diberikan kepada leluhur pertama [Adam dan Hawa] yang jatuh berdosa. Ia adalah Perawan yang mengandung dan melahirkan seorang Anak laki- laki, yang akan diberi nama Imanuel (lih. Yes 7:14; bdk. Mi 5:2-3; Mat 1:22-23).” (Lumen Gentium 55)
Adapun Bapa yang penuh belaskasihan menghendaki, supaya penjelmaan Sabda didahului oleh persetujuan dari pihak dia, yang telah ditetapkan menjadi Bunda-Nya. Dengan demikian, seperti dahulu seorang wanita mendatangkan maut, maka kini seorang wanitalah yang mendatangkan kehidupan. Itu secara amat istimewa berlaku tentang Bunda Yesus, yang telah melimpahkan kepada dunia Hidup sendiri yang membaharui segalanya, dan yang oleh Allah danugerahkan kurnia-kurnia yang layak bagi tugas seluhur itu. Maka mengherankan juga, bahwa di antara para Bapa suci menjadi lazim untuk menyebut Bunda Allah suci seutuhnya dan tidak terkena oleh cemar dosa manapun juga, bagaikan makhluk yang diciptakan dan dibentuk baru oleh Roh Kudus…” (Lumen Gentium 56)
IV.2 Bunda Maria menjalankan perannya sebagai Bunda Allah dan bekerjasama dalam rencana keselamatan Allah.
Dengan menyatakan kesediaannya untuk mengandung dan melahirkan Anak Allah, Bunda Maria bekerjasama dengan Allah dalam rencana keselamatan-Nya. Namun sebelum mengandung Kristus, sesungguhnya ia telah terlebih dahulu mengandung Dia di dalam hatinya. Selanjutnya, Bunda Maria tidak hanya mengandung dan melahirkan Tuhan Yesus, namun ia juga membesarkan-Nya, menghantar orang lain kepada-Nya, dan dengan setia menyertai-Nya sampai di bawah kaki salib-Nya.
IV.2.a. Dasar Kitab Suci: kerjasama Maria dalam rencana keselamatan Allah 
1. Lukas 1:38: Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia.
Ayat ini menunjukkan kesediaan Maria untuk bekerjasama dengan rencana keselamatan Allah.
2. Lukas 2:51: Lalu Ia [Yesus] pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.
Ayat ini menunjukkan tentang keterlibatan Maria [dan Yusuf] dalam mengasuh dan membesarkan Tuhan Yesus.
3. Yohanes 2:3,5: Ketika mereka kekurangan anggur, ibu Yesus berkata kepada-Nya: “Mereka kehabisan anggur.”…. Tetapi ibu Yesus berkata kepada pelayan-pelayan: “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!”
Ayat ini menunjukkan kepedulian Maria akan kebutuhan sesama dan membawa kebutuhan tersebut agar menjadi perhatian Yesus. Selanjutnya Maria menunjukkan agar manusia taat kepada Kristus Puteranya.
4. Markus 3:33-35; Matius 12:46-50; Lukas 8:19-21: Jawab Yesus kepada mereka: “Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?” …. “Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.”
Ayat ini menunjukkan bahwa Yesus memuja Maria, pertama- tama sebagai orang yang melakukan kehendak Allah, maka ia dipilih Allah untuk menjadi ibu-Nya.
5. Yohanes 19:25: Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena.
Ayat ini menunjukkan kesetiaan Maria menyertai Yesus sampai di kaki salib-Nya.
6. Kejadian 18:22-26, membicarakan tentang perantaraan/ kerja sama AbrahamKeluaran 32:30-32, membicarakan tentang perantaraan Nabi Musa yang memohon atas nama bangsa Israel. Jika para nabi ini dapat dipakai Allah untuk menjadi pengantara, maka tidak terkecuali Bunda Maria, yang adalah Ibu Tuhan Yesus sendiri.
7. 1 Korintus 3:9: “Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah.” Jika para rasul adalah kawan sekerja Allah, apalagi Maria ibu Yesus sendiri.
8. 1 Timotius 2:5;Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu Kristus Yesus; Kolose 1:24: “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat.” Ayat- ayat ini menunjukkan bahwa Pengantaraan Kristus yang satu- satunya itu melibatkan juga pengantaraan anggota- anggota tubuh-Nya yang lain (secara khusus adalah ibu-Nya sendiri), demi menghantar keseluruhan tubuh kepada keselamatan kekal.
IV.2.b Dasar Tradisi Suci: kerjasama Maria dalam rencana keselamatan Allah
Berikut ini adalah pengajaran para Bapa Gereja yang menyebutkan Bunda Maria sebagai Hawa yang baru, yang bekerjasama dengan Kristus sebagai Adam yang baru, untuk mendatangkan keselamatan bagi dunia. Maria bekerjasama dengan Kristus, dan mendukung Pengantaraan Kristus dengan doa- doa syafaatnya bagi umat beriman:
1. St. Yustinus Martir (155) membandingkan Hawa dengan Bunda Maria. “Sebab Hawa yang perawan tak bernoda, percaya kepada perkataan sang ular, [sehingga] membawa ketidaktaatan dan maut. Sedangkan Perawan Maria menerima dengan iman dan suka cita ketika malaikat Gabriel memberikan kabar gembira bahwa Roh Kudus akan turun atasnya dan kuasa Allah yang Maha Tinggi akan menaungi dia, dan karena itu Putera yang dilahirkannya adalah Putera Allah…[41]
2. St. Irenaeus (180): “Ikatan ketidaktaatan Hawa dilepaskan oleh ketaatan Maria. Apa yang terikat oleh ketidakpercayaan Hawa dilepaskan oleh iman Maria.”[42]
“Sebab seperti Hawa telah terpedaya oleh perkataan malaikat [fallen angel] untuk melarikan diri dari Tuhan, maka Maria dengan perkataan malaikat menerima kabar gembira bahwa ia akan melahirkan Tuhan dengan menaati Sabda-Nya. [Perempuan] yang pertama terpedaya untuk tidak menaati Tuhan, tetapi [perempuan] yang kemudian terdorong untuk menaati Tuhan, sehingga Perawan Maria dapat menjadi pembela bagi perawan Hawa. Seperti umat manusia ditundukkan kepada kematian melalui [tindakan] seorang perawan, demikianlah umat manusia diselamatkan oleh seorang perawan.”[43]
3. Tertullian (212): “Sebab ketika Hawa masih perawan, perkataan yang sesat merasuki telinganya sehingga membangun kematian. Dengan cara serupa, ke dalam jiwa seorang perawan, haruslah diperkenalkan Sabda Allah yang membangkitkan kehidupan; sehingga apa yang telah dihancurkan oleh jenis kelamin ini, dapat, oleh jenis kelamin yang sama, dipulihkan menuju keselamatan…[44].
4. St. Ambrosius (397): “Kejahatan didatangkan oleh perempuan (Hawa), maka kebaikan juga harus didatangkan oleh Perempuan (Maria); sebab oleh karena Hawa kita jatuh, namun karena Maria kita berdiri; karena Hawa kita menjadi budak dosa, namun oleh Maria kita dibebaskan…. Hawa menyebabkan kita dihukum oleh buah pohon (pohon pengetahuan), sedangkan Maria membawa kepada kita pengampunan dengan rahmat dari Pohon yang lain (yaitu Salib Yesus), sebab Kristus tergantung di Pohon itu seperti Buahnya…” [45].
5. St. Agustinus (416): ”Kita dilahirkan ke dunia oleh karena Hawa, dan diangkat ke surga oleh karena Maria.”[46].
6. St. Germanus dari Konstantinopel (733): “Tak seorangpun mencapai keselamatan tanpa melalui engkau, …O yang terkudus. Tak seorangpun menerima karunia rahmat tanpa melalui engkau …O yang termurni.[47]
“Maria, yang tetap Perawan… mediatrix/ pengantara pertama- tama melalui kelahiran yang ilahi [inkarnasi Yesus] dan kini karena doa syafaat bantuan keibuannya– dimahkotai dengan berkat yang tidak pernah berakhir ….[48]
7. St. Yohanes Damaskinus (749): “Hari ini kami tetap di dekatmu, O Bunda Allah dan Perawan. Kami mengikatkan jiwa kami kepada pengharapanmu, seperti kepada jangkar yang paling teguh dan tak terpatahkan, menyerahkan kepadamu, pikiran, jiwa, tubuh dan keseluruhan diri kami dan menghormatimu, sebanyak mungkin, dengan mazmur, lagu pujian dan lagu rohani.”[49]
8. St. Ambrose Autpert (778): “Mari mempercayakan diri kita dengan segala kasih jiwa kita kepada perantaraan Bunda Maria: mari kita, dengan seluruh kekuatan kita memohon perlindungannya, agar, ketika di dunia kita mengelilinginya dengan penghormatan, ia di surga akan berkenan mendukung kita dengan doa- doanya yang khusuk…”[50]
IV.2.c Pengajaran Magisterium Gereja: kerjasama Maria dalam rencana keselamatan Allah
1. Maria adalah Mediatrix/ Pengantara semua rahmat, dengan kerjasamanya di dalam Inkarnasi/ Mediatio in universali (Sententia certa).
Gelar Maria sebagai Co-redemptrix seperti yang muncul di dalam dokumen Gereja di bawah pimpinan Paus Pius X tidak untuk diartikan bahwa tindakan Maria setara dengan tindakan Kristus untuk menebus dunia, sebab hanya Kristus satu- satunya Pengantara (1 Tim 2:5). Bunda Maria sendiri membutuhkan Penebusan Kristus, sebab oleh jasa Kristuslah ia dibebaskan dari noda dosa. Kerjasamanya dalam penebusan Kristus adalah secara tidak langsung, yaitu dengan mempersembahkan seluruh hidupnya untuk melayani Sang Penebus, dan di bawah salib Kristus, Maria turut menderita, dan berkorban bersama Kristus.
Konsili Vatikan II (1965) mengajarkan:
“Dengan sepenuh hati yang tak terhambat oleh dosa mana pun ia [Maria] memeluk kehendak Allah yang menyelamatkan, dan membaktikan diri seutuhnya sebagai hamba Tuhan kepada pribadi serta karya Putera-Nya, untuk di bawah Dia dan beserta Dia, berkat rahmat Allah yang mahakuasa, mengabdikan diri kepada misteri penebusan. Maka memang tepatlah pandangan para Bapa suci, bahwa Maria tidak secara pasif belaka digunakan oleh Allah, melainkan bekerja sama dengan penyelamatan umat manusia dengan iman serta kepatuhannya yang bebas. Sebab, seperti dikatakan oleh S. Ireneus, “dengan taat Maria menyebabkan keselamatan bagi dirinya maupun bagi segenap umat manusia”. Maka tidak sedikitlah para Bapa zaman kuno, yang dalam pewartaan mereka dengan rela hati meyatakan bersama Ireneus: “Ikatan yang disebabkan oleh ketidak-taatan Hawa telah diuraikan karena ketaan Maria; apa yang diikat oleh perawan Hawa karena ia tidak percaya, telah dilepaskan oleh perawan Maria karena imannya” Sambil membandingkannya dengan Hawa, mereka menyebut Maria “bunda mereka yang hidup”. Sering pula mereka menyatakan: “maut melalui Hawa, hidup melalui Maria” (Lumen Gentium 56).
“Berdasarkan rencana penyelenggaraan ilahi ia di dunia ini menjadi Bunda Penebus ilahi yang mulia, secara sangat istimewa mendampingi-Nya dengan murah hati, dan menjadi Hamba Tuhan yang rendah hati. Dengan mengandung Kristus, melahirkan-Nya, membesarkan-Nya, menghadapkan-Nya kepada Bapa di kenisah, serta dengan ikut menderita bengan Puteranya yang wafat di kayu salib, ia secara sungguh istimewabekerja sama dengan karya juru selamat, dengan ketaatannya, iman, pengharapan serta cinta kasihnya yang berkobar, untuk membaharui hidup adikodrati jiwa-jiwa. Oleh karena itu dalam tata rahmat ia menjadi Bunda kita.” (Lumen Gentium 61).
Selain mengajarkan bahwa Maria adalah Hawa Baru, para Bapa Gereja juga mengajarkan bahwa Maria adalah pengantara segala rahmat:
St. Bernardus seperti dikutip oleh St. Pius X (1903-1914): “Kristus adalah Sang sumber…. Namun demikian, seperti diajarkan oleh St. Bernard, Maria adalah salurannya, atau ia adalah leher yang menghubungkan Tubuh dengan Kepalanya dan yang menyalurkan kuasa dan kekuatan dari Kepala kepada Tubuh. Sebab ia [Maria] adalah leher dari Kepala kita, yang melaluinya semua karunia- karunia rohani diteruskan dari KepalaNya.”[51].
2. Maria adalah Mediatrix/ Pengantara semua rahmat, dengan doa syafaatnya di Surga/ Mediatio in speciali (Sententia pia et probabilis).
Walaupun belum didefinisikan secara de fide, namun Maria sebagai pengantara segala rahmat telah diajarkan oleh banyak Paus:
Paus Leo XIII (1891), “Dari semua harta rahmat yang telah diberikan Allah, tak ada yang menurut kehendak Tuhan, datang kepada kita kecuali melalui Maria…” (Octobri mense)- D 1940
Paus Pius X (1903): Maria adalah “pembagi (dispenser) semua rahmat, yang telah diperoleh dari Kristus bagi kita oleh kematian dan darah-Nya (D 1978).
Paus Benedict XV (1919), “Semua karunia … diberikan melalui tangan Bunda Maria” (AAS 9, 1917, 266), Maria adalah, “mediatrix semua rahmat.” (AAS 11, 1919, 227)
Paus Pius XI (1937), mengutip St. Bernard, “Adalah kehendak Tuhan bahwa kita menerima segala sesuatu melalui Bunda Maria.” (Ingravescentibus malis, AAS 29, 1937, 373)
Konsili Vatikan II mengajarkan:
“Keibuan Maria dalam tatanan rahmat ini dimulai dengan persetujuannya yang ia berikan di dalam iman pada saat anunsiasi (saat menerima kabar gembira dari malaikat) dan yang dipertahankannya tanpa goyah di kaki salib-Nya, dan berakhir sampai penggenapan kekal dari semua orang terpilih. Setelah diangkat ke surga , ia tidak mengesampingkan tugas penyelamatan, tetapi dengan dosa syafaatnya yang tak terputus, terus menerus membawa bagi kita karunia- karunia keselamatan kekal. Dengan cinta kasih keibuannya ia memperhatikan saudara-saudara Puteranya, yang masih dalam peziarahan dan menghadapi bahaya-bahaya serta kesukaran-kesukaran, sampai mereka mencapai tanah air surgawi yang penuh kebahagiaan. Oleh karena itu dalam Gereja Santa Perawan disapa dengan gelar Pembela, Pembantu, Penolong, Perantara. Akan tetapi itu diartikan sedemikian rupa, sehingga tidak mengurangi pun tidak menambah martabat serta dayaguna Kristus satu-satunya Pengantara.” (Lumen Gentium 62)
IV.3. Buah yang diterima Bunda Maria setelah menunaikan tugasnya sebagai Bunda Allah
Peran Bunda Maria sebagai Bunda Allah memberikan buah yang membahagiakan, walaupun tak lepas juga dari penderitaan yang harus ditempuhnya demi kesatuannya dengan Kristus Putera-Nya. Persekutuan yang sempurna antara Bunda Maria dengan Kristus inilah yang membuatnya menjadi kudus, yang paling berbahagia di antara segala yang diciptakan, dan hal ini sudah dinubuatkan dalam Kitab Suci. Bunda Maria yang dikandung tanpa noda, dan hidup tanpa dosa, kemudian diangkat ke surga oleh Kristus di akhir hidupnya, dan kini dimuliakan di Surga bersama Kristus. Namun bagi kita umat Katolik, hal penghargaan kepada Bunda Maria ini sesungguhnya bukan semata berpusat kepada Maria. Sebab, segala yang terjadi di dalam kehidupan Maria oleh karena rahmat kasih karunia Tuhan merupakan penggenapan janji Allah, yang bukan hanya diperuntukkan bagi Bunda Maria saja, tetapi juga bagi kita semua sebagai anggota Gereja-Nya, pada waktu yang ditentukan oleh Allah.
Dengan demikian secara garis besar, buah yang diterima oleh Bunda Maria dari perannya sebagai Bunda Allah adalah: a) persatuannya yang sempurna dengan Kristus, yang membuahkan kemiripannya dengan Kristus; b) Maria dimuliakan oleh Kristus, diangkat ke surga dan menjadi ratu Surga; c) Maria menjadi Bunda Gereja, ibu bagi para orang percaya.
IV.3.a. Dasar dari Kitab Suci: hal- hal yang diterima Maria setelah menunaikan tugasnya 
1. Mazmur 132:8: “Bangunlah, ya TUHAN, dan pergilah ke tempat perhentian-Mu, Engkau serta tabut kekuatan-Mu!”. Maria sebagai Tabut Perjanjian Baru yang mengandung Kristus akan selalu bersama-Nya. Jika Henokh dan nabi Elia dapat diangkat ke surga (lih. Kej 5:24, Ibr 11:5. 2 Raj 1:11-12, 1 Mak 2:58) maka terlebih lagi Kristus dapat melakukan hal itu terhadap Ibu-Nya.
2. Lukas 1:48-49: “Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus.” Peran Maria sebagai Bunda Allah akan menjadikannya dihormati oleh semua orang sepanjang jaman.
3. Lukas 2: 35: Lalu Simeon berkata kepada Maria….” dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.” Namun Sebagai Bunda Allah, suka citanya tidak terlepas juga dari persatuannya dengan Kristus dalam perderitaan-Nya.
4. Yohanes 19:25-27: Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: “Ibu, inilah, anakmu!” Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: “Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya. Tuhan Yesus memberikan Ibu-Nya kepada kita murid- murid yang dikasihi-Nya agar menjadi ibu mereka juga.
5. Yakobus 1:12: “Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.” Mahkota kehidupan ini juga disebutkan oleh Rasul Petrus dan Yohanes (1 Pet 5:4; Why 2:10). Mahkota kehidupan inilah yang dijanjikan oleh Tuhan Yesus kepada umat beriman yang setia sampai mati (Why 2:10). Maria yang telah membuktikan ketaatan imannya sampai akhir, telah menerima mahkota kehidupan itu.
6. Wahyu 12:1: Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya.“Perempuan” yang disebutkan di sini mengacu kepada “perempuan” yang disebutkan pada Kej 3:15 dan Yoh 2:4; 19:26. Seperti halnya Hawa adalah ibu dari segala yang ciptaan yang lama, Maria adalah ibu dari segala mahluk ciptaan yang baru.
Wahyu 12:17: Maka marahlah naga itu kepada perempuan itu, lalu pergi memerangi keturunannya yang lain, yang menuruti hukum-hukum Allah dan memiliki kesaksian Yesus.
7. 1 Raja-raja 2: 17-20; Mazmur 45:9, Ratu pada jaman Kerajaan Salomo (anak Daud) bukanlah istri Raja, namun ibunya, yaitu Batsyeba. Ratu Batsyeba mempunyai kedudukan yang penting dalam Kerajaan Salomo, dan ia duduk di sebelah kanan Raja. Bunda Maria adalah Ibu Yesus, Sang Raja keturunan Daud yang dijanjikan Allah. Maka Bunda Maria juga menempati kedudukan istimewa di samping Kristus sang Raja (lih. Neh 2:6).
IV.4.b Dasar Tradisi Suci: hal-hal yang diterima Maria setelah menunaikan tugasnya
1. Persatuan Maria dengan Kristus
a. Paus Yohanes Paulus II mengajarkan demikian[52]:
“Maria menjaga kesatuannya dengan Putera-Nya bahkan sampai di kayu salib-Nya dengan iman yang sama saat ia menerima kabar gembira dari malaikat. Pada saat itu ia juga mendengar perkataan: “Ia akan menjadi besar …. dan akan disebut Anak Allah yang Maha Tinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja… sampai selama-lamanya dan kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.” (Luk 1:32-33).
Dan kini, berdiri di kaki salib itu, Maria menjadi saksi, dari sisi pandangan manusia, penyangkalan total dari perkataan ini. Betapa besar, betapa heroik, ketaatan iman yang ditunjukkan Maria dalam menghadapi kebijaksanaan Tuhan yang tak terselidiki! Betapa totalnya ia “memasrahkan dirinya kepada Tuhan” tanpa ada yang ditahan, mempersembahkan “kepatuhan akalbudi serta kehendak yang sepenuhnya” kepada Allah yang “jalan- jalan-Nya tak terselidiki” (Rom 11:33)!…
Dengan iman ini Maria bersatu secara sempurna dengan Kristus dalam pengosongan diri-Nya. Sebab Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia,” dan tepatnya di Golgota, “Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (lih. Flp 2:5-8). Pada kaki salib itu, Maria mengambil bagian melalui iman, misteri pengosongan diri yang mencengangkan ini. Ini mungkin merupakan “kenosis” iman yang terdalam di dalam sejarah manusia. Melalui iman, Bunda mengambil bagian di dalam kematian Putera-nya yang menyelamatkan; tetapi berbeda dengan iman para rasul yang melarikan diri, imannya jauh lebih terang. Di Golgota, Yesus melalui Salib-Nya jelas meneguhkan bahwa ia menjadi “tanda yang menimbulkan perbantahan” seperti yang dinubuatkan oleh Simeon. Pada saat yang sama, juga di Golgota tergenapi nubuat Simeon atas Maria, “dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri juga”.[53]
b. Persatuan Yesus dan Bunda Maria terjadi tidak saja pada saat mereka hidup di dunia, namun juga dalam kematiannya, dan seterusnya dalam kehidupan kekal. Origen[54], St. Ephrem[55], St. Jerome[56], St. Agustinus[57] menyebutkan tentang kenyataan tentang kematian Bunda Maria secara sekilas. Namun St. Epiphanus yang menyelidiki tentang kehidupan Bunda Maria mengatakan demikian, “Tidak ada yang tahu bagaimana ia berangkat pergi dari dunia ini.” Namun pada umumnya para Bapa Gereja dan Teolog menerima bahwa Maria, sepertihalnya Tuhan Yesus, juga mengalami kematian; dan hal ini juga ditegaskan dalam liturgi Gereja.
2. Maria diangkat ke surga
a. Pseudo- St. Melito (300): Oleh karena itu, jika hal itu berada dalam kuasaMu, adalah nampak benar bagi kami pelayan- pelayan-Mu, bahwa seperti Engkau yang telah mengatasi maut, bangkit dengan mulia, maka Engkau seharusnya mengangkat tubuh Bundamu dan membawanya dengan-Mu, dengan suka cita ke dalam surga. Lalu kata Sang Penyelamat [Yesus]: “Jadilah seperti perkataanmu”.[58]
b. Timotius dari Yerusalem (400)Oleh karena itu Sang Perawan [Maria] tidak mati sampai saat ini, melihat bahwa Ia yang pernah tinggal di dalamnya memindahkannya ke tempat pengangkatannya.[59]
c. Yohanes Sang Theolog (400)Tuhan berkata kepada Ibu-Nya, “Biarlah hatimu bersuka dan bergembira. Sebab setiap rahmat dan karunia telah diberikan kepadamu dari Bapa-Ku di Surga dan dari-Ku dan dari Roh Kudus. Setiap jiwa yang memanggil namamu tidak akan dipermalukan, tetapi akan menemukan belas kasihan dan ketenangan dan dukungan dan kepercayaan diri, baik di dunia sekarang ini dan di dunia yang akan datang, di dalam kehadiran Bapa-Ku di Surga”… Dan dari saat itu semua mengetahui bahwa tubuh yang tak bercacat dan yang berharga itu telah dipindahkan ke surga[60]
d. St. Gregorius dari Tours (575)Para Rasul mengambil tubuhnya [jenazah Maria] dari peti penyangganya dan menempatkannya di sebuah kubur, dan mereka menjaganya, mengharapkan Tuhan [Yesus] agar datang. Dan lihatlah, Tuhan datang kembali di hadapan mereka; dan setelah menerima tubuh itu, Ia memerintahkan agar tubuh itu diangkat di awan ke surga: di mana sekarang tergabung dengan jiwanya, [Maria] bersukacita dengan para terpilih Tuhan …[61]
e. Theoteknos dari Livias (600)Adalah layak … bahwa tubuh Bunda Maria yang tersuci, tubuh yang melahirkan Tuhan, yang menerima Tuhan, menjadi ilahi, tidak rusak, diterangi oleh rahmat ilahi dan kemuliaan yang penuh …. agar hidup di dunia untuk sementara dan diangkat ke surga dengan kemuliaan, dengan jiwanya yang menyenangkan Tuhan.[62]
f. Modestus dari Yerusalem (sebelum 634)Sebagai Bunda Kristus yang termulia… telah menerima kehidupan dari Dia [Kristus], ia telah menerima kekekalan tubuh yang tidak rusak, bersama dengan Dia yang telah mengangkatnya dari kubur dan mengangkatnya kepada Diri-Nya dengan cara yang hanya diketahui oleh-Nya.[63]
g. St. Germanus dari Konstantinopel (683)Engkau adalah ia, …. yang nampak dalam kecantikan, dan tubuhmu yang perawan adalah semuanya kudus, murni, keseluruhannya adalah tempat tinggal Allah, sehingga karena itu dibebaskan dari penguraian menjadi debu. Meskipun masih manusia, tubuhmu diubah ke dalam kehidupan surgawi yang tidak dapat musnah, sungguh hidup dan mulia, tidak rusak dan mengambil bagian dalam kehidupan yang sempurna.[64]
h. St. Yohanes Damaskinus (697)Adalah layak bahwa ia, yang tetap perawan pada saat melahirkan, tetap menjaga tubuhnya dari kerusakan bahkan setelah kematiannya. Adalah layak bahwa dia, yang telah menggendong Sang Pencipta sebagai anak di dadanya, dapat tinggal di dalam tabernakel ilahi. Adalah layak bahwa mempelai, yang diambil Bapa kepada-Nya, dapat hidup dalam istana ilahi. Adalah layak bahwa ia, yang telah memandang Putera-Nya di salib dan yang telah menerima di dalam hatinya pedang duka cita yang tidak dialaminya pada saat melahirkan-Nya, dapat memandang Dia saat Dia duduk di sisi Bapa. Adalah layak bahwa Bunda Tuhan memiliki apa yang dimiliki oleh Putera-nya, dan bahwa ia layak dihormati oleh setiap mahluk ciptaan sebagai Ibu dan hamba Tuhan[65].
i. Gregorian Sacramentary (795)“Terhormat bagi kami, O Tuhan, perayaan hari ini, yang memperingati Bunda Allah yang kudus yang meninggal dunia untuk sementara waktu, namun tetap tidak dapat dijerat oleh maut, yang telah melahirkan Putera-Mu, Tuhan kami yang menjelma dari dirinya.”[66]
j. Gallican Sacramentary (abad ke-8)“Sebuah misteri yang tak terlukiskan yang paling layak untuk dipuji seperti diangkatnya Perawan Maria ke surga, adalah sesuatu yang unik di antara umat manusia.”[67]
k. Liturgi Byzantin (abad ke-8)“Tuhan, Raja semesta alam, telah memberikan rahmat yang melampaui kodrat. Seperti Ia telah memelihara keperawananmu pada saat kelahiran-Nya, Ia menjaga tubuhmu agar tidak rusak di kubur dan telah memuliakannya dengan perbuatan-Nya yang ilahi dengan memindahkannya dari kubur.”[68]
3. Maria menjadi ibu Gereja
a. Origen (244)Putera Maria hanya Yesus sendiri; dan ketika Yesus berkata kepada Ibu-Nya, “Lihatlah, anakmu,” seolah Ia berkata, “Lihatlah orang ini adalah Yesus sendiri, yang engkau lahirkan.” Sebab setiap orang yang dibaptis, hidup tidak lagi dirinya sendiri, tetapi Kristus hidup di dalamnya. Dan karena Kristus hidup di dalamnya, perkataan kepada Maria ini berlaku baginya, “Lihatlah anakmu- Kristus yang diurapi.”[69]
b. St. Ephrem dari Syria (306- 373)“Kelahiran-Mu yang ilahi, O Tuhan, melahirkan semua ciptaan;Umat menusia dilahirkan kembali darinya [Maria], yang melahirkan Engkau.Manusia melahirkan Engkau di dalam tubuh; Engkau melahirkan manusia di dalam roh…”[70]
c. St. Agustinus (416)“Maria adalah sungguh ibu dari anggota- anggota Kristus, yaitu kita semua. Sebab oleh karya kasihnya umat manusia telah dilahirkan di Gereja, [yaitu] para umat beriman yang adalah Tubuh dari Sang Kepala, yang telah dilahirkannya ketika Ia menjelma menjadi manusia.”[71]
d. Paus Pius X (1903- 1914)“Bukankah Maria adalah Bunda Yesus? Oleh karena itu ia adalah bunda kita juga…. Maria yang mengandung Sang Juruselamat dalam rahimnya, dapat dikatakan juga mengandung mereka yang hidupnya terkadung di dalam hidup Sang Juruselamat. Karenanya, kita semua … telah dilahirkan dari rahim Maria sebagai tubuh yang bersatu dengan kepalanya. Oleh karena itu, dalam pengertian rohani dan mistik, kita disebut sebagai anak- anak Maria, dan ia adalah Bunda kita semua.[72]
4. Maria menjadi Mediatrix (perantara) dengan doa syafaatnya di Surga
1. St. Irenaeus (180):“Sebab Hawa terpedaya oleh perkataan malaikat [Iblis = fallen angel] untuk lari dari Tuhan, memberontak melawan Sabda-Nya, namun Maria menerima dengan gembira perkataan malaikat bahwa ia akan melahirkan Tuhan, dengan menaati Sabda-Nya. Yang pertama terpedaya untuk tidak taat kepada Tuhan, sedangkan yang kedua terpengaruh untuk menaati Tuhan, sehingga Perawan Maria dapat menjadi pembela bagi perawan Hawa. Seperti umat manusia tunduk kepada kematian melalui tindakan seorang perawan maka ia diselamatkan oleh seorang perawan.[73]
2. Sub Tuum Praesidium, dari Rylands Papyrus, Mesir, (abad ke 3):“Di bawah belas kasihanmu kami berlindung, O bunda Allah. Jangan menolak permohonan kami di dalam kekurangan, tetapi bebaskan kami dari bahaya, (o engkau) satu- satunya yang murni dan terberkati.”[74]
3. St. Gregory Nazianza (379)“Ingatlah akan hal- hal ini dan kesempatan- kesempatan yang lain dan mohonlah kepada Perawan Maria untuk memberikan bantuan, sebab ia juga, adalah seorang perawan dan pernah berada di dalam bahaya ….”[75]
4. St. Cyril dari Alexandria (380)“Salam kepadamu Maria, Bunda Allah, kepadamu dibangun gereja- gereja jemaat sejati, di desa- desa dan pulau- pulau.”[76]
5. St. Basil dari Seleucia (459)O Perawan yang kudus …. Lihatlah kepada kami dan berbaik hatilah kepada kami. Pimpinlah kami di dalam kedamaian … ke sisi kanan Putera-Mu…[77]
6. Theoteknos dari Livias (560)“Diangkat ke surga, ia tetap menjadi tempat pertahanan yang tak tergoyahkan bagi umat manusia, [sebagai] pendoa syafaat bagi kita di hadapan Allah Putera.”[78]
7. St. Germanus dari Konstantinopel (733)“Maria tetap Perawan — pertama- tama sebagai mediatrix (pengantara) melalui peristiwa melahirkan [Kristus] yang supernatural, dan sekarang sebagai mediatrix karena bantuan keibuannya melalui doa syafaat—[79]
8. St. Yohanes Damaskinus (749)“Kini kami tetap di dekatmu, … O Bunda Allah dan Perawan. Kami mengikatkan jiwa kami kepada pengharapanmu, seperti kepada jangkar yang teguh dan tak terpatahkan, menyerahkan kepadamu akal budi, jiwa, tubuh dan segalanya, untuk menghormatimu…[80].
9. Ambrosius Autpert (778)Marilah kita mempercayakan diri kita dengan kasih jiwa kita kepada doa syafaat Perawan yang terberkati: dengan segenap kekuatan kita, memohon perlindungannya agar, ketika di dunia kita mengelilinginya dengan penghormatan, ia sendiri di surga dapat berkenan mendukung kita dengan doa- doanya….[81]
IV.4.c Pengajaran Magisterium Gereja: hal-hal yang diterima Maria setelah menunaikan tugasnya[82]
1. Maria meninggal dunia sementara/ a temporal death (Sententia. communior).Walaupun pengajaran ini tidak bersifat de fide, namun banyak teolog memperkirakan bahwa ia wafat sementara sebelum diangkat ke surga. (St. Augustine, in Ioan tr.8, 9) Bagi Maria yang tidak berdosa, kematian yang dialaminya bukan karena akibat dosa asal ataupun dosa pribadi. Namun adalah layak bagi tubuh Maria, yang secara kodrati bersifat mortal/ tidak abadi, harus sesuai dengan yang terjadi pada tubuh Putera-Nya, yang juga tunduk kepada kematian. Dengan demikian Bunda Maria mengalami apa yang juga dialami oleh Kristus.
2. Maria diangkat tubuh dan jiwanya ke Surga (De fide)Paus Pius XII dalam Konstitusi Apostoliknya yaitu Munificentissimus Deus (dipromulgasikan 1 November 1950) mengajarkan:
“Maria, Bunda yang tak bernoda dan tetap Perawan Bunda Allah, setelah selesai hidupnya di dunia, diangkat tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan surgawi.”
Di sini memang tidak disebutkan apakah Bunda Maria wafat terlebih dahulu sebelum diangkat ke surga atau ia diangkat tanpa mengalami kematian.
3. Maria, Bunda Allah, dihormati secara khusus, dengan istilah Hyperdulia (Sententia certa).
Penghormatan kepada Maria disebabkan karena perannya sebagai Bunda Allah. Hal ini diajarkan oleh St. Cyril dari Alexandria pada Konsili Efesus (431). Namun tentu saja penghormatan ini harus dibedakan dengan penyembahan. St. Epiphanus (403) mengajarkan, “Maria harus dihormati, tetapi Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus harus disembah. Tak seorangpun boleh menyembah Maria.”[83].
Konsili Vatikan II mengajarkan:
“Berkat rahmat Allah Maria diangkat di bawah Puteranya, di atas semua malaikat dan manusia, sebagai Bunda Allah yang tersuci, yang hadir pada misteri-misteri Kristus; dantepatlah bahwa ia dihormati oleh Gereja dengan penghormatan yang istimewa. Memang sejak zaman kuno Santa Perawan dihormati dengan gelar “Bunda Allah”; dan dalam perlindungannya umat beriman memperoleh perlindungan dari bahaya serta kebutuhan mereka.” (Lumen Gentium 66)
4. Maria adalah Mediatrix/ Pengantara semua rahmat, dengan doa syafaatnya di Surga (Mediatio in speciali). Ini diperolehnya karena persatuannya yang sempurna dengan Kristus.
Konsili Vatikan II mengajarkan:
Setelah diangkat ke surga , ia tidak mengesampingkan tugas penyelamatan, tetapi dengan doa syafaatnya yang tak terputus, terus menerus membawa bagi kita karunia- karunia keselamatan kekal…” (Lumen Gentium 62).
“Karena kurnia serta peran keibuannya yang ilahi, yang menyatukannya dengan Puteranya Sang Penebus, pun pula karena segala rahmat serta tugas-tugasnya, Santa Perawan juga erat berhubungan dengan Gereja. Seperti telah diajarkan oleh St. Ambrosius, Bunda Allah itu pola Gereja, yakni dalam hal iman, cinta kasih dan persatuan sempurna dengan Kristus.” (Lumen Gentium 63)
5. Maria dihormati di surga sebagai Ratu alam semesta
Konsili Vatikan II mengajarkan:
“Akhirnya Perawan tak bernoda, yang tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa asal, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, telah diangkat melalui kemuliaan di sorga beserta badan dan jiwanya. Ia telah ditinggikan oleh Tuhan sebagai Ratu alam semesta, supaya secara lebih penuh menyerupai Puteranya, Tuan di atas segala tuan (lih. Why 19:16), yang telah mengalahkan dosa dan maut.” (Lumen Gentium59)
6. Maria adalah Bunda Gereja, Bunda umat beriman. Konsili Vatikan II mengajarkan:
“Ia [Maria] dianugerahi kurnia serta martabat yang amat luhur, yakni menjadi Bunda Putera Allah, maka juga menjadi Puteri Bapa yang terkasih dan kenisah Roh Kudus. Karena anugerah rahmat yang sangat istimewa itu ia jauh lebih unggul dari semua makhluk lainnya, baik di sorga maupun di bumi. Namun sebagai keturunan Adam, ia termasuk golongan semua orang yang harus diselamatkan. Bahkan “ia [Mariamemang Bunda para anggota (Kristus). Karena dengan cinta kasih ia menyumbangkan kerjasamanya, supaya dalam Gereja lahirlah kaum beriman, yang menjadi anggota Kepala itu”. Oleh karena itu ia menerima salam sebagai anggota Gereja yang serba unggul dan sangat istimewa, pun juga sebagai pola-teladannya yang mengagumkan dalam iman dan cinta kasih. Menganut bimbingan Roh Kudus Gereja Katolik menghadapinya penuh rasa kasih-sayang sebagai bundanya yang tercinta.” (Lumen Gentium 53)
“Dengan mengandung Kristus, melahirkan-Nya, membesarkan-Nya, menghadapkan-Nya kepada Bapa di kenisah, serta dengan ikut menderita dengan Puteranya yang wafat di kayu salib, ia secara sungguh istimewa bekerja sama dengan karya Juru selamat, dengan ketaatannya, iman, pengharapan serta cinta kasihnya yang berkobar, untuk membaharui hidup adikodrati jiwa-jiwa. Oleh karena itu dalam tata rahmat ia [Maria] menjadi Bunda kita.” (Lumen Gentium 61)
V. Pengaruh doktrin Maria kepada kita umat beriman
V.1 Ketaatan dan kekudusan Maria: teladan kita
Ketaatan Maria menjadi contoh bagi kita, demikian juga dengan kekudusannya.
1. Ketaatan iman Maria ini bahkan dapat dibandingkan dengan ketaatan Bapa Abraham, sebagai bapa umat beriman. Ketaatan iman Abraham menandai Perjanjian Lama, sedangkan ketaatan Maria menandai Perjanjian Baru. Ketaatan iman Maria sampai di kaki salib Kristus mendorong kita juga untuk taat sampai akhirnya, bahkan ketika ‘tidak ada dasar untuk berharap’ (lih. Rom 4:18).
Ketaaatan Bunda Maria ini mencakup ketaatan dalam mendengarkan Sabda Tuhan dan melaksanakannya (lih. Luk 8:21). Kita patut mencontoh Bunda Maria yang taat dan setia sepanjang hidupnya, ketaatan yang membawanya berdiri mendampingi Yesus sampai di kaki salib-Nya.
2. Kekudusan Maria sebagai Tabut Perjanjian Baru juga menjadi teladan bagi kita. Sebab dengan tingkatan yang berbeda, sebenarnya kitapun menjadi tabut/ bait Allah (1 Kor 3:16; 6:19), terutama pada saat kita menyambut Kristus dalam Ekaristi kudus. Seharusnya, seperti Maria yang bergegas melayani Elizabeth, maka kita, setelah ‘mengandung’ Kristus di dalam tubuh kita, selayaknya bergegas melayani sesama yang membutuhkan.
Tentang Maria sebagai teladan ketaatan dan kekudusan bagi umat beriman, Konsili Vatikan II mengajarkan:
“Namun sementara dalam diri Santa perawan Gereja telah mencapai kesempurnaannya yang tanpa cacat atau kerut (lih. Ef 5:27), kaum beriman kristiani sedang berusaha mengalahkan dosa dan mengembangkan kesuciannya. Maka mereka mengangkat pandangannya ke arah Maria, yang bercahaya sebagai pola keutamaan, menyinari segenap jemaat para terpilih.” (Lumen Gentium 65)
V.2. Maria adalah Bunda Gereja, Bunda kita umat beriman
Ajaran tentang Tubuh Mistik Kristus yang disampaikan oleh Rasul Paulus (lih. Kol 1:18, Ef 4:15) menyatakan bahwa Kristus adalah Sang Kepala dan Gereja adalah Tubuh Kristus. Oleh karena itu, Maria, dengan mengandung Kristus, juga mengandung semua umat beriman yang adalah anggota dari Tubuh yang sama. Dengan demikian, Maria disebut sebagai Bunda rohani kita.
Bunda rohani di sini tidak saja dalam arti ibu yang melahirkan kita secara rohani, tetapi juga ibu yang memelihara dan membimbing kita. Saat ini Bunda Maria masih menyertai kita dengan doa- doa syafaatnya untuk membimbing kita sampai ke surga.
Konsili Vatikan II mengajarkan:

“Hendaklah segenap Umat kristiani sepenuh hati menyampaikan doa-permohonan kepada Bunda Allah dan Bunda umat manusia, supaya dia, yang dengan doa-doanya menyertai Gereja pada awal-mula, sekarang pun di sorga – dalam kemuliaannya melampaui semua para suci dan para malaikat, dalam persekutuan para kudus – menjadi pengantara kepada Puteranya, sampai semua keluarga bangsa-bangsa, entah yang ditandai dengan nama kristiani, entah yang belum mengenal Sang Penyelamat, dapat dihimpun bersama dengan kebahagiaan dalam damai dan kerukunan menjadi satu Umat Allah, demi kemuliaan Tritunggal yang Mahakudus dan Esa yang tak terbagi.” (Lumen Gentium 69).
V.3 Karena Maria adalah Ibu dan Perawan, maka Gereja juga adalah Ibu dan Perawan
Roh Kudus yang menaungi Bunda Maria, juga turun pada saat Pembaptisan. Rahmat ini memberikan kekuatan kepada mereka yang dipanggil kepada hidup selibat bagi Allah. Kehidupan semacam ini merupakan gambaran utama persatuan yang murni antara kodrat ilahi dan manusia di dalam rahim Sang Perawan dan misteri Gereja yang agung. Inilah yang dimaksud oleh St. Ambrosius ketika ia mengatakan: “Tuhan menampakkan diri-Nya di dalam daging dan di dalam diri-Nya menggenapi perkawinan antara Tuhan dan kemanusiaan dan sejak itu keperawanan kekal dari kehidupan surga telah menemukan tempatnya di antara manusia. Bunda Kristus adalah seorang Perawan, dan karena itu, mempelai-Nya, yaitu Gereja, juga adalah Perawan.”[84]
Konsili Vatikan II mengajarkan:
“Seperti telah diajarkan oleh St. Ambrosius, Bunda Allah itu pola Gereja, yakni dalam hal iman, cinta kasih dan persatuan sempurna dengan Kristus. Sebab dalam misteri Gereja, yang tepat juga disebut Bunda dan perawan, Santa Perawan Maria mempunyai tempat utama, serta secara ulung dan istimewa memberi teladan perawan maupun ibu.” (Lumen Gentium 63)
“Adapun Gereja sendiri – dengan merenungkan kesucian Santa Perawan yang penuh rahasia serta meneladan cinta kasihnya, dengan melaksanakan kehendak Bapa dengan patuh, dengan menerima sabda Allah dengan setia pula – menjadi ibu jugaSebab melalui pewartaan, Gereja melahirkan hidup baru yang kekal-abadi bagi putera-puteri yang dilahirkannya dalam Pembaptisan, yang dikandung oleh Roh Kudus dan lahir dari Allah. Gereja pun adalah perawan, yang dengan utuh murni menjaga kesetiaan yang dijanjikannya kepada Sang Mempelai [yaitu Kristus]. Dan sambil mencontoh Bunda Tuhannya, Gereja dengan kekuatan Roh Kudus secara perawan mempertahankan keutuhan imannya, keteguhan harapannya, dan ketulusan cinta kasihnya.” (Lumen Gentium 64)
Keperawanan Gereja secara khusus digambarkan/ dinyatakan oleh keperawanan mereka yang memilih jalur hidup selibat untuk Kerajaan Allah. Hal ini diajarkan oleh St. Gregorius Nissa,
“…bahwa kemurnian adalah indikasi yang penuh tentang kehadiran Tuhan dan kedatangan-Nya, dan tak seorangpun pada kenyataannya yang dapat menjamin hal ini, tanpa ia mengasingkan diri dari nafsu kedagingan. Apa yang terjadi pada Maria yang tidak bernoda ketika kepenuhan Allah Bapa yang ada di dalam Kristus bersinar melalui dia, hal itu terjadi pada setiap jiwa yang memilih jalan hidup selibat/ keperawanan.”[85]
Dengan demikian, para religius mempunyai peran yang sangat penting untuk menjadi gambaran teladan keibuan dan keperawanan Gereja. Dengan kaul keperawanan, para religius secara khusus mengikuti teladan Bunda Maria, yang mempersembahkan seluruh hidup dan kasihnya kepada Allah; dan dengan demikian menjadi gambaran kasih ilahi itu sendiri yang melibatkan pemberian diri seutuhnya, baik kepada Allah dan sesama. 
V.4. Pengangkatan Maria: gambaran akhir kita kelak
Pengangkatan Bunda Maria dan dimahkotainya di Surga, memberi gambaran akan penerapan rahmat kemenangan yang diperoleh Kristus kepada Bunda Maria, yang merupakan murid-Nya yang terbesar. Pengangkatan dan pemberian mahkota ini juga memberikan gambaran akan apa yang akan dan dapat kita peroleh (tentu dengan derajat yang lebih rendah dengan yang dicapai oleh Bunda Maria) di akhir nanti, jika kitapun setia menjadi murid Kristus. Pengangkatan Bunda Maria memberi gambaran akan kebangkitan badan di akhir jaman (lih. Mat 22: 29; Luk 14:14; Yoh 6:39; lih. Munificentissimus Deus 42). Peristiwa Maria dimahkotai di surga memberikan gambaran akan pemberian mahkota surgawi kepada anak- anak Allah yang berhasil memenangkan perlombaan iman, seperti yang diajarkan oleh Rasul Paulus (lih 1 Kor 9:24-25; 2 Tim 4:8).
Konsili Vatikan II mengajarkan:
“Sementara itu, seperti halnya Bunda Yesus yang telah di muliakan di sorga dengan badan dan jiwanya, adalah gambaran dan permulaan Gereja yang harus mencapai kesempurnaannya di masa yang akan datang, begitu pula di dunia ini ia [Maria] menyinari Umat Allah yang sedang mengembara sebagai tanda harapan yang pasti dan penghiburan, sampai tibalah hari Tuhan (lih. 2Ptr 3:10).” (Lumen Gentium 68)
VI. Appendix:
A. Ayat- ayat Kitab Suci yang paling sering dikutip untuk mempertanyakan kekudusan dan keperawanan Maria
1. Matius 13:55, Markus 6:3 “Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas?”
Di dalam Alkitab, istilah “saudara” dipakai untuk menjelaskan banyak arti. Kata “saudara” memang dapat berarti saudara kandung, namun dapat juga berarti saudara seiman (Kis 21:7), saudara sebangsa (Kis 22:1), ataupun kerabat, seperti pada kitab asli bahasa Ibrani yang mengatakan Lot sebagai saudara Abraham (Kej 14:14), padahal Lot adalah keponakan Abraham.
Jadi untuk memeriksa apakah Yakobus dan Yusuf itu adalah saudara Yesus, kita melihat kepada ayat-ayat yang lain, yaitu ayat Matius 27:56 dan Markus 15:40, yang menuliskan nama-nama perempuan yang ‘melihat dari jauh’ ketika Yesus disalibkan. Mereka adalah Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Yohanes, dan ibu anak-anak Zebedeus (Mat 27:56); atau Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus Muda, Yoses dan Salome (Mrk 15:40). Alkitab menunjukkan bahwa Maria ibu Yakobus ini tidak sama dengan Bunda Maria. Maria ibu Yakobus dan Yoses (Yusuf) dicatat dalam Alkitab sebagai salah satu wanita yang menyaksikan penyaliban Kristus (Mt 27:56; Mk 15:40) dan kubur Yesus yang kosong/ kebangkitan Yesus (Mk 16:1; Lk 24:10)
Mungkin yang paling jelas adalah kutipan dari Injil Yohanes, yang menyebutkan bahwa yang hadir dekat salib Yesus adalah, Bunda Maria, saudara Bunda Maria yang juga bernama Maria, istri dari Klopas, dan Maria Magdalena (Yoh 19:25). Jadi di sini jelaslah bahwa Maria (saudara Bunda Maria) ini adalah istri Klopas/ Kleopas[86], yang adalah juga ibu dari Yakobus dan Yoses. Kesimpulannya, Yakobus dan Yoses ini bukanlah saudara kandung Yesus.
2. Matius 1:24-25Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki …
Banyak saudara-saudari kita dari gereja lain mengartikan ayat ini bahwa Maria tidak lagi perawan setelah melahirkan Yesus. Kata kuncinya di sini adalah kata ’sampai’. Di dalam Alkitab, kata ‘sampai‘ ini tidak selalu berarti diikuti oleh perubahan kondisi. Contoh, pada 1 Kor 15:25, dikatakan, “Karena Ia harus memegang pemerintahan sebagai Raja sampai Allah meletakkan semua musuh-Nya di bawah kaki-Nya.” Hal ini tidak bermaksud bahwa setelah Yesus mengalahkan musuh-Nya Ia tidak lagi menjadi Raja.
Lihat juga konteks serupa pada ayat 1 Tim 4:13; agar jemaat bertekun membaca Kitab Suci, dalam pengajaran sampai kedatangan Rasul Paulus. Tetapi tidak berarti bahwa setelah Rasul Paulus datang, lalu umat tidak lagi perlu tekun membaca Kitab Suci dan dalam pengajaran. Ada banyak lagi ayat di Kitab Suci yang mempergunakan kata “sampai” namun tidak berarti bahwa setelah terpenuhi, lalu kondisi yang mensyaratkannya tidak lagi berlaku.
St. Yohanes Krisostomus (370) mengajarkan, “…ia [Yusuf] tidak bersetubuh dengan dia [Maria] sampai ia melahirkan seorang anak laki- laki (Mat 1:23). Kata ’sampai’ digunakan di sini, [namun] jangan kamu kira bahwa sesudahnya Yusuf bersetubuh dengan Maria, tetapi bahwa sebelum kelahiran, sang Perawan seutuhnya tidak pernah disentuh oleh laki- laki.”[87]
3. Lukas 2:7: …dan ia (Maria) melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin…
Kata kunci di sini adalah, ’sulung’. Sulung di sini tidak berarti bahwa Yesus kemudian mempunyai adik-adik. ‘Sulung’ di dalam Alkitab menerangkan hak istimewa dari seseorang. Contoh, pada Kitab Mazmur, Allah menyebut Daud ‘anak sulung’ (Mzm 89:28), meskipun Daud adalah anak ke-8 dari Isai (1 Sam 16).
Allah menyebut bangsa Israel disebut sebagai anak yang sulung (Kel 4:22). Kristus disebut ’sulung’ adalah untuk menunjukkan bahwa Ia adalah ‘Israel’ yang baru, yang menjadi yang sulung dari banyak saudara (Rom 8:29), yang sulung dari segala ciptaan (Kol 1:15).
4. Roma 3:23: “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah…”
Ayat ini sering dikutip oleh umat Protestan untuk menyatakan bahwa semua orang berdosa, termasuk Bunda Maria. Namun sebenarnya kita perlu melihat konteksnya. Sebelum Rom 3:23, di ayat 9 dan 10 Rasul Paulus mengatakan, “mereka semua ada di bawah kuasa dosa, seperti ada tertulis: “Tidak ada yang benar, seorangpun tidak.” Sebenarnya di sini Rasul Paulus mengutip Mazmur 14, khususnya ayat 3, “Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak.” Mazmur 14 ini ditulis Raja Daud yang menyampaikan ratapannya tentang besarnya pemberontakan bangsa Israel. Sebab musuh Raja Daud pada saat Mazmur itu ditulis, tidak lagi hanya bangsa-bangsa non Yahudi, tetapi bangsa Yahudi itu sendiri, bahkan orang terdekat dan anggota keluarganya sendiri, Saul dan Absolom. Maka Raja Daud menggunakan kata “semua” adalah dalam konteks menyatakan semua golongan, baik Yahudi maupun non Yahudi- dan bukan bermaksud untuk menyatakan semua orang. Jadi di sini digunakan gaya bahasa hiperbolisme. Kita ketahui demikian, karena segera sesudah menyebutkan “semua orang melakukan kejahatan”, Raja Daud menyebutkan “umat-Ku” (ay. 4) dan “angkatan yang benar” (ay.5). Kalau semua orang (dalam arti setiap orang tanpa kecuali) adalah jahat seperti yang disebutkan pada ayat 3 tersebut, siapa yang disebut Raja Daud sebagai “angkatan yang benar” tersebut? Sama konteksnya dengan perkataan Raja Daud, Rasul Paulus juga mengatakan “semua” dalam ayat Rom 3:23 dalam arti semua golongan telah berdosa terhadap Tuhan, tidak hanya orang-orang non- Yahudi, namun orang Yahudi juga. Jadi yang ingin disampaikan di sini adalah, tidak adanya beda antara orang yang bersunat dan tidak bersunat, kedua kelompok itu mempunyai dosa- dosa yang dilakukan oleh pribadi- pribadi di dalamnya, dan keduanya memerlukan kasih karunia Allah untuk dibenarkan di dalam iman akan Yesus Kristus.
Jadi perikop ini tidak bermaksud untuk menyatakan bahwa “semua orang telah berbuat dosa” dalam arti mutlak. Sebab Yesus adalah perkecualiannya, dan anak- anak yang di bawah umur (under the age of reason) juga demikian. Gereja Katolik mengajarkan bahwa Bunda Maria juga termasuk kekecualian dalam hal ini. Dengan demikian, gaya bahasa yang digunakan di sini adalah hiperbolisme, dengan pesan utama yang hendak disampaikan, bahwa secara umum manusia dari segala golongan, telah berbuat dosa.
5. Matius 15:1-9 dan Yohanes 19:27: Dalam Injil Matius bab 15, Yesus mengecam orang-orang Farisi yang mempersembahkan korban tetapi kemudian menelantarkan orang tua mereka. Hukum pada Perjanjian Lama seharusnya mewajibkan seorang anak untuk menanggung orang tuanya, sehingga praktek orang Farisi yang melanggar hal ini membuat Yesus menyebut mereka sebagai ‘munafik’ (Mat 15:1-7).
Dalam Yoh 19:26-27, pada saat Yesus disalibkan, Yesus memberikan Maria ibu-Nya kepada Yohanes (anak Zebedeus) rasul yang dikasihi-Nya, yang bukan saudara-Nya. Seandainya Yesus mempunyai adik-adik, seperti yang dianggap oleh gereja Protestan, perbuatan Yesus ini sungguh tidak masuk di akal. Yesus yang mengecam orang Farisi yang menelantarkan orang tuanya, tidak mungkin menyebabkan saudara-Nya sendiri menelantarkan ibu-Nya. Kenyataan bahwa Yesus mempercayakan Maria kepada Yohanes adalah karena Ia tidak mempunyai saudara kandung, karena Bapa Yusuf-pun telah meninggal dunia, dan Yesus tidak mau meninggalkan ibu-Nya sebatang kara.
6. Lukas 1:34Kata Maria kepada malaikat itu, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi karena aku belum bersuami?”
Ayat ini sesungguhnya merupakan terjemahan dari, “How shall this be, since I have no husband” (RSV) atau, “I am a virgin” (Jerusalem Bible), atau “I know not man” (Duoay -Rheims terjemahan dari Vulgate). Sesungguhnya terjemahan yang benar adalah aku tidak bersuami (jika mengikuti RSV), atau aku seorang perawan (Jerusalem Bible) atau aku tidak mengenal/ berhubungan dengan laki-laki (D-R). Kalimat ini hanya masuk akal jika Maria telah memiliki kaul keperawanan -meskipun pada saat itu ia sudah bertunangan dengan Yusuf- karena, jika tidak demikian, pernyataan ini akan terdengar ‘ganjil’. Sebagai contoh, jika seseorang ditawari rokok, dan ia menjawab ’saya tidak merokok’, maka maksudnya adalah ’saya tidak pernah merokok’, dan bukan ’saya tidak sedang merokok sekarang’.[88]
B. Pengajaran dari para pendiri gereja Protestan tentang Bunda Maria:
Banyak orang tidak menyangka bahwa sebenarnya para pendiri gereja Protestan sesungguhnya juga menghormati Bunda Maria. Berikut ini beberapa cuplikan ajaran mereka, seperti yang saya kutip dari buku karangan Robert Payesko[89]
Martin Luther:
Maria Bunda Allah:
“Rasul Paulus (Gal 4:4) mengatakan, “Tuhan mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan.” Perkataan ini yang kupegang sebagai kebenaran, sungguh- sungguh menegaskan dengan teguh bahwa Maria adalah Bunda Allah.”[90]
“Konsili tersebut [Efesus] tidak menyampaikan sesuatu yang baru tentang iman, tetapi telah memperkuat iman lama, melawan kesombongan baru Nestorius. Artikel iman ini- bahwa Maria adalah Bunda Allah- sudah ada di dalam Gereja sejak awal dan bukan merupakan kreasi baru dari Konsili, tetapi presentasi dari Injil dan Kitab Suci.”[91]
“Ia [Maria] layak disebut tidak saja sebagai Bunda Manusia, tetapi juga Bunda Allah … Adalah pasti bahwa Maria adalah Bunda dari Allah yang nyata dan sejati.”[92]
Maria Tetap Perawan:
“Adalah artikel iman bahwa Maria adalah Bunda Tuhan dan tetap Perawan.”[93].
Kepada Helvidius yang meragukan keperawanan Maria, dengan menganggap bahwa Maria mempunyai anak- anak lain selain Yesus, Luther menjelaskan bahwa mereka bukan saudara kandung Yesus:
Setelah Maria “mengetahui bahwa ia adalah Bunda dari Allah Putera, ia tidak ingin untuk menjadi ibu dari anak manusia, tetapi ia tetap di dalam rahmat karunia itu.”[94]
“Tidak diragukan lagi, tidak ada seorangpun yang begitu berkuasa yang, menggantungkan pada pemikirannya sendiri, tanpa Kitab Suci, akan beranggapan bahwa ia [Maria] tidak tetap perawan.”[95]
Maria dikandung tanpa noda:
“Tetapi konsepsi yang lain, yaitu pada saat penghembusan jiwa, adalah layak dan khidmat untuk dipercaya, ia tidak mempunyai dosa, sehingga ketika jiwanya dihembuskan, ia [Maria] pada saat yang sama dibersihkan dari dosa asal dan dikurniai karunia- karunia Tuhan untuk menerima jiwa yang dihembuskan. Oleh karena itu, pada saat ia mulai hidup, ia tidak mempunyai dosa sedikitpun….”[96]
“Tuhan telah membentuk tubuh dan jiwa Perawan Maria penuh dengan Roh Kudus, sehingga ia tanpa segala dosa, sebab ia telah mengandung dan melahirkan Tuhan Yesus.”[97].
Maria diangkat ke surga:
“Tidak dapat diragukan lagi bahwa Perawan Maria berada di surga. Bagaimana sampai terjadi demikian, kita tidak tahu.”[98]
Penghormatan kepada Maria:
“Penghormatan kepada Maria tertulis dalam kedalaman hati manusia yang terdalam.”[99].
“Apakah hanya Kristus sendiri yang patut disembah? Atau apakah Bunda Tuhan yang suci tidak patut dihormati? Ini adalah sang perempuan yang menghancurkan kepala Sang Ular [Iblis]. Dengarkanlah kami. Sebab Putera-Mu tidak akan menolak apapun dari-Mu.”[100].
Gambar Maria
Seseorang tidak dapat memahami hal- hal spiritual kecuali jika gambar- gambar dibuat tentang mereka.”[101]
“Tidak ada yang lain yang dapat disimpulkan dari perkataan: “Jangan kamu mempunyai allah- allah lain di hadapan-Ku”, kecuali apa yang berkaitan dengan berhala. Tetapi gambar- gambar ataupun patung-patung dibuat tanpa berhala, pembuatan benda- benda tersebut tidak dilarang.”[102]
“Kalau saya telah melukis gambar di dinding dan saya melihatnya tanpa berhala, maka hal itu tidak dilarang bagi saya, dan seharusnya tidak diambil dari saya.”[103]
Kenyataannya, Luther dimakamkan dalam kubur yang dihiasi oleh patung yang menggambarkan Maria dimahkotai di Surga oleh Allah Trinitas.
Maria Bunda semua orang Kristen
“Bunda Maria adalah Bunda Yesus dan bunda kita semua. Kalau Kristus adalah milik kita, kita harus berada di mana Ia berada; dan semua yang menjadi milik-Nya pasti menjadi milik kita, dan oleh karena itu ibu-Nya juga adalah ibu kita.”[104].
“Kita semua adalah anak- anak Maria.”[105].
John Calvin
Maria Bunda Allah
“Elisabet memanggil Maria Bunda Allah, karena kesatuan kedua kodrat dalam pribadi Kristus adalah sedemikian sehingga manusia yang mortal yang ada dalam rahim Maria adalah juga pada saat yang sama Allah yang kekal.”[106].
Maria tetap perawan
“Helvidius telah menunjukkan dirinya sendiri sebagai seorang yang bebal, dengan mengatakan bahwa Maria mempunyai banyak anak- anak, sebab ada disebutkan dalam beberapa perikop tentang saudara- saudara Kristus.”[107]
Calvin sendiri mengartikan “saudara- saudara” ini artinya saudara sepupu atau saudara bukan saudara kandung (relatives).
Penghormatan kepada Maria
“Tidak dapat diingkari bahwa Tuhan, dengan memilih dan menentukan Maria sebagai Bunda Putera-Nya, telah mengaruniakannya penghormatan yang tertinggi.”[108].
“Sampai pada saat ini kita tidak dapat menikmati rahmat yang diberikan kepada kita di dalam Kristus, tanpa pada saat yang sama berpikir bahwa Tuhan telah memberikan sebagai hiasan dan penghormatan kepada Maria, dengan menghendakinya sebagai ibu dari Putera-Nya yang tunggal.”[109]
Teladan Maria
“Mari bertindak seperti Bunda Maria dan berkata, “Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu” …. Kita melihat di sini pengajaran yang diberikan kepada kita oleh Perawan Maria yang menjadi bagi kita seorang guru yang baik, asalkan kita mengambil keuntungan dari pelajaran- pelajarannya sebagai pengajaran bagi kita.”[110]
Zwingli
Maria Bunda Allah 
“Telah diberikan kepada-Nya apa yang tidak dimiliki oleh ciptaan yang lain, bahwa di dalam dagingnya, Ia melahirkan Allah Putera.”[111]
“Aku sangat yakin bahwa Maria, sesuai dengan perkataan Injil sebagai seorang Perawan murni yang melahirkan bagi kita Putera Allah dan pada saat melahirkan dan setelah melahirkan selamanya tetap murni, tetap perawan.[112]
Maria Tetap Perawan
“Saya sangat menghargai Bunda Allah, Sang Perawan Maria yang tidak bernoda dan tetap perawan.”[113].
“Kristus… dilahirkan dari Perawan yang paling tidak bernoda.”[114]
“Adalah layak bahwa Sang Anak yang kudus harus mempunyai seorang Bunda yang kudus.”[115]
“Semakin banyak penghormatan dan kasih Kristus berkembang di antara manusia, makin banyak penghargaan dan penghormatan kepada Maria harus berkembang juga.”[116].
John Wesley
Maria Tetap Perawan
“Saya percaya bahwa Ia (Allah Putera) telah menjelma menjadi manusia, menggabungkan kodrat manusia dengan ke-Allahan di dalam satu pribadi, dikandung oleh perbuatan tunggal dari Roh Kudus, dan dilahirkan oleh Perawan Maria yang terberkati, yang sesudah maupun pada saat melahirkan-Nya, tetap perawan yang murni dan tidak bernoda.”[117]
Catatan: Bahan ini adalah materi yang digunakan untuk seminar, dengan tema: Memaknai gelar-gelar Maria dalam spiritualitas pelayanan, dengan judul: Maria dalam Kitab Suci. Seminar ini adalah seminar untuk Ikatan biarawan-biarawati Keusukupan Agung Jakarta.
CATATAN KAKI:
  1. Cardinal Henry Newman, Sermon, 1849 [↩]
  2. St. Irenaeus, Against Heresies, 5:19:1 [↩]
  3. St. Petrus, Letter to All Non-Egyptian Bishops 12 [↩]
  4. St. Cyril dari Jerusalem, Catechetical Lectures, X:19 (c. A.D. 350 [↩]
  5. St. Athanasius, Penjelmaan Sabda Allah 8 [↩]
  6. St. Epiphanus, The man well-anchored, 75 [↩]
  7. St. Ambrose, On Virginity, 2:15 [↩]
  8. St. Jerome, Epistle to Eustochium 22:19, 38 [↩]
  9. Lihat St. Gregory Nazianzus, To Cledonius, 101 [↩]
  10. John Cassian, The Incarnation of Christ, II:2 [↩]
  11. Lihat St. Cyril dari Alexandria, Epistle ro the Monks of Egypt, I [↩]
  12. St. Vincent dari Lerins, The Commonitoriy for the Antiquity and Universality of the Catholic Faith, 15 [↩]
  13. St. Yohanes Damaskinus, seperti dikutip dalam Robert Payesko, The Truth about Mary, Volume 2, (Queenship Publishing company, California, USA, 1996), p. 2-181 [↩]
  14. Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma, p. 196 [↩]
  15. Lihat St. Irenaeus, Against Heresies, 189 AD, 3:22:24 [↩]
  16. St. Hippolytus, Orations Inillud, Dominus pascit me [↩]
  17. Origen, Homily 1 [↩]
  18. St. Gregorius the Wonder Worker, Homily on the Annunciation to the Holy Virgin Mary [↩]
  19. St. Ephraim, Nisibene Hymns 27:8 [↩]
  20. St. Ephraim, Hymns on the Nativity, 15:23 [↩]
  21. St. Athanasius, Homily of the Papyrus of Turin, 71:216 [↩]
  22. St. Epiphanius, Panarion, 78:21 [↩]
  23. St. Ambrose, Commentary on Psalm 118: Sermon 22, no.30, PL 15, 1599 [↩]
  24. St. Gregorius, Sermon 38 [↩]
  25. St. Augustine, Nature and Grace 36:42 [↩]
  26. Theodotus, Homily 6:11 [↩]
  27. Proclus, Homily 1 [↩]
  28. St. Severus, Hom. cathedralis, 67, PO 8, 350 [↩]
  29. Germanus dari Konstantinopel, Marracci in S. Germani Mariali [↩]
  30. Robert Payesko, The Truth about Mary, Volume II, p. 2-155 [↩]
  31. Tertullian, On Monogamy, 8 [↩]
  32. St. Athanasius, Discourses Against the Arians, 2, 70, Jurgens, Vol.1, n. 767a [↩]
  33. St. Epiphanus, Well Anchored Man, 120 [↩]
  34. St. Jerome, The Perpetual Virginity of Blessed Mary, Chap 21, seperti dikutip oleh John R. Willis, SJ, The Teaching of the Church Fathers ((Ignatius Press, San Francisco, 2002 reprint, original print by Herder and Herder, 1966) p. 358 [↩]
  35. Lihat St. Augustine, Sermons, 186, Heresies, 56; Jurgens, vol.3, n. 1518 dan 1974d [↩]
  36. St. Augustine, Letters no. 137., seperti dikutip oleh John R. Willis, SJ, The Teaching of the Church Fathers, p. 360 [↩]
  37. St. Agustinus, Serm. 189, n.2; PL 38, 1005 [↩]
  38. St. Petrus Kristologus, Sermon 117 [↩]
  39. Paus St. Leo Agung, On the Feast of the Nativity, Sermon 22:2 [↩]
  40. Robert Payesko, The Truth about Mary, Volume II, Mary in Scripture and the Historic of Christian Faith, (Queenship Publishing Company, CA, 1998), p.2-155, Salah satu butir pengajaran untuk menjawab ajaran yang keliru tentang Bunda Maria di dalam Konsili Konstantinopel II, butir 6,“If anyone declares that it can be only inexactly and not truly said that the holy and glorious ever-virgin Mary is the mother of God, or says that she is so only in some relative way, considering that she bore a mere man and that God the Word was not made into human flesh in her, holding rather that the nativity of a man from her was referred, as they say, to God the Word as he was with the man who came into being; if anyone misrepresents the holy synod of Chalcedon, alleging that it claimed that the virgin was the mother of God only according to that heretical understanding which the blasphemous Theodore put forward; or if anyone says that she is the mother of a man or the Christ-bearer, that is the mother of Christ, suggesting that Christ is not God; and does not formally confess that she is properly and truly the mother of God, because he who before all ages was born of the Father, God the Word, has been made into human flesh in these latter days and has been born to her, and it was in this religious understanding that the holy synod of Chalcedon formally stated its belief that she was the mother of God: let him be anathema.” [↩]
  41. Lihat St. Yustinus Martir, Dialogue with Trypho the Jew, 155 AD, p.100 [↩]
  42. lih. St. Irenaeus, Against Heresies, 3:22:24 [↩]
  43. St. Irenaeus, Against Heresies, V:19,1 [↩]
  44. Tertullian, Flesh of Christ, 17 [↩]
  45. Lihat Robert Payesko, The Truth about Mary, Volume 2, (Queenship Publishing company, California, USA, 1996), p. 2-180 [↩]
  46. St. Agustinus, Sermon, dikutip dalam John Rotelle, OSA.ed. Mary’s Yes, Meditations on Mary through the ages (Ann Arbor, Michigan: Redeemer Books, Servant Publications, 1988), p. 30 [↩]
  47. St. Germanus, Or. 9,5, Lesson of the Office of the Feast [↩]
  48. St. Germanus, Homily on the Liberation of Constantinople, 23 [↩]
  49. St. John of Damascene, Homily 1 on the Dormition, 14 [↩]
  50. St. Ambrose Autpert, Assumption of the Virgin [↩]
  51. St. Pius X, Ad diem illum Laetissimum [↩]
  52. Paus Yohanes Paulus II, Redemptoris Mater 18 [↩]
  53. Tentang partisipasi Maria dalam kematian Yesus, lihat tulisan St. Bernardus, In Dominica infra octavam Assumptionis Sermo, 14: S. Bernardi Opera, V, 1968, 273 [↩]
  54. Origen, In Ioan 2,12; fragm. 31 [↩]
  55. St. Ephrem, Hymnus 15,2 [↩]
  56. St. Jerome, Adv. Ruf II, 5 [↩]
  57. St. Agustinus, In Ioan tr 8, 9 [↩]
  58. The Passing of the Virgin 16:2-17 [↩]
  59. St. Timothy of Jerusalem, Homily on Simeon dan Anna, 400 [↩]
  60. John the Theologian, The Dormition of Mary [↩]
  61. Gregory of Tours, Eight Books of Miracles 1:4 [↩]
  62. Theoteknos, Homily on the Assumption [↩]
  63. Modestus, Encomium in dormitionnem Sanctissimae Dominae nostrae Deiparae semperque Virginis Mariae [↩]
  64. St. Germanus, Sermon I (PG 98, 346 [↩]
  65. Yohanes Damascene, Dormition of Mary, PG (96, 741) [↩]
  66. Gregorian Sacramentary, Veneranda, sebelum 795 [↩]
  67. Gallican Sacramentary, dari Munificentis simus Deus, abad ke-8 [↩]
  68. Byzantine Liturgy, dari Munificentis simus Deus, abad ke- 8 [↩]
  69. Origen, Commentary on John I,4, 23, PG 14, 32 [↩]
  70. St. Ephrem, Hymn 3 on the Birth of the Lord, v.5., ed. Lamy, II, pp 464 f [↩]
  71. St. Augustine, De sancta virginitate, 6 (PL 40, 399) [↩]
  72. Paus Pius X, Ad diem illum Laetissimum [↩]
  73. St. Irenaeus, Against Heresies, V: 19,1 [↩]
  74. Sub Tuum Praesidium, dari Rylands Papyrus, Mesir [↩]
  75. St. Gregory Nazianzen, Oration 24:11 [↩]
  76. St. Cyril dari Alexandria, Homily 11 [↩]
  77. Basil of Selucia, PG 85: 452 [↩]
  78. Theoteknos of Livias, Assumption 291 [↩]
  79. Germanus of Konstantinopel, Homily on the Liberation of Constantinople, 23 [↩]
  80. John Damascene, Homily 1 on the Dormition, 14 [↩]
  81. Ambrose Autpert, Assumption of the Virgin [↩]
  82. sumber: Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma, p. 207-209, 215 [↩]
  83. St. Epiphanus, Haer 79,7 [↩]
  84. Hugo Rahner, Our Lady and the Church, Michigan: Zaccheus Press, 2004, p. 33 [↩]
  85. Gregory of Nyssa, On Virginity, 2 [↩]
  86. Kleopas adalah salah satu dari murid-murid Yesus yang berjalan ke Emmaus dan mengalami penampakan diri Yesus setelah kebangkitan-Nya (Luk 24:18) [↩]
  87. John Chrysostom, Homily on Matthew 5:5 [↩]
  88. Lihat Rene Laurentine, A Short Treatise on the Virgin Mary, (Washington, New Jersey: AMI Press, 1991),p 285 [↩]
  89. Robert Payesko, The Truth about Mary, volume 1, (Santa Barbara: Queenship publication, 1996), p. I-51-58 [↩]
  90. Martin Luther, Weimar edition of Martin Luther’s Works (translation by William J. Cole), 50, p. 592, line 5 [↩]
  91. Martin Luther, Weimar edition of Martin Luther’s Works, English translation by J. Pelikan (St. Louis: Concordia), vol 7, 572. [↩]
  92. Martin Luther, Weimar edition of Martin Luther’s Works, English translation by J. Pelikan (St. Louis: Concordia), vol 24, 107 [↩]
  93. Martin Luther, Weimar edition of Martin Luther’s Works (translation by William J. Cole), vol 11, 319-320 [↩]
  94. Martin Luther, Weimar edition of Martin Luther’s Works (translation by William J. Cole), 11, p. 320 [↩]
  95. Martin Luther, Weimar edition of Martin Luther’s Works (translation by William J. Cole), 11, p. 320 [↩]
  96. Martin Luther, Weimar edition of Martin Luther’s Works (translation by William J. Cole), Vol 4, 694 [↩]
  97. Martin Luther, Weimar edition of Martin Luther’s Works (translation by William J. Cole), Vol 52, 39 [↩]
  98. Martin Luther, Weimar edition of Martin Luther’s Works (translation by William J. Cole), 10, p.268 [↩]
  99. Martin Luther, Weimar edition of Martin Luther’s Works (translation by William J. Cole), 10, III, p.313 [↩]
  100. Martin Luther, ibid., vol 51, p. 128-129 [↩]
  101. Martin Luther, Weimar edition of Martin Luther’s Works, (translation by William J Cole) 46, p. 308 [↩]
  102. Martin Luther, ibid., 18, p. 69 [↩]
  103. Martin Luther, ibid., 28, p. 677 [↩]
  104. Luther Works, (Weimar), 29:655:26-656:7 [↩]
  105. Luther Works, (Weimar), 11:224:8 [↩]
  106. John Calvin, Calvini Opera (Braunshweig- Berlin, 1863-1900), volume 45, 35 [↩]
  107. Bernard Leeming, “Protestants and Our Lady”, Marian Library Studies, January 1967, p.9 [↩]
  108. John Calvin, Calvini Opera (Braunshweig- Berlin, 1863-1900), volume 45, 348 [↩]
  109. John Calvin, A Harmony of Matthew, Mark and Luke (St. Andrew’s Press, Edinburgh, 1972),p.32 [↩]
  110. John Calvin, Calvini Opera, op.cit., Vol I, 320 ff [↩]
  111. Ulrich Zwingli, Zwingli Opera, Opera Completa (Zurich, 1828-42), Vol. 6, I, 639 [↩]
  112. Ulrich Zwingli, Zwingli Opera, Corpus Reformatum, Vol. I, 424 [↩]
  113. E. Stakemeier, De Mariologia et Oecumenismo, K. Balic, ed. (Rome, 1962), 456 [↩]
  114. Ibid. [↩]
  115. Ibid. [↩]
  116. Ulrich Zwingli, Zwingli Opera, Corpus Reformatum, Vol.I, 427- 428 [↩]
  117. John Wesley, Letter to a Roman Catholic [↩]
Ditulis oleh Stefanus_Ingrid pada 15-10-2010- katolisitas