Senin, 22 Agustus 2011

Kembali Kepada Komitmen Perkawinan Kita


Efesus 5 : 22–33

Sahabatku yang namanya pengalaman hidup berumah tangga tentunya beraneka ragam kejadiannya, ada yang mengalami kebahagiaan karena saling mengasihi pasangannya, ada yang sering memaki istrinya karena cemburu padahal suaminya yang selingkuh, ada yang sampai dipukuli oleh suaminya, atau mungkin kebalikannya si istri yang tidak baik ...terhadap suaminya. Sahabatku baik yang sebagai suami atau sebagai istri, yuk kita sudahi penyiksaan terhadap para istri, kita sudahi memaki istri, kita sudahi untuk tidak melakukan perselingkuhan kepada pasangan kita. Kita ini hidup cuma mampir, sangat sebentar. Bagi Tuhan usia 40, 50, 70 tahun itu singkat...sehinga untuk apa kita mengisi kehidupan pernikahan kita dengan sesuatu yang tidak takut kepada Tuhan, bagaimana jika kita dipanggil Tuhan nantinya, apa yang harus menjadi pertanggungjawaban hidup kita kelak. Jadikanlah kita manusia yang takut kepada Tuhan.
Di bawah ini suatu cerita yang mudah-mudahan bisa menginspirasi perkawinan Sahabat-sahabatku semua.
Sudah 25 tahun ini Prayogo mengisi hari-harinya dengan merawat istrinya yang lumpuh dan hampir tak bisa apa-apa lagi. Ia sangat mengasihi istrinya sehingga ingin merawatnya sendiri. Melihat kondisi ini, keempat anaknya ingin menolong, bahkan mengizinkan bapaknya menikah lagi supaya dapat hidup bahagia. Jikalau pernikahan hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah lagi. Namun, dengan adanya ibu kalian di sampingku sudah lebih dari cukup. Kalian ingin bapak bahagia, tetapi apakah batin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaannya sekarang ? Kalian menginginkan bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain ? Bagaimana dengan ibumu yg masih sakit ?”  demikian jawaban yang mereka peroleh.
Kesetiaan menjadi sesuatu yang langka dewasa ini. Kita lebih banyak disuguhi ketidaksetiaan melalui media massa atau melihat kenyataan sehari-hari di sekitar kita. Manusia menjadi semakin egois, memikirkan kebahagiaan diri sendiri, dan makin tidak peduli dengan sesamanya. Bahkan dengan pasangannya yang kepadanya ia pernah berjanji untuk setia dalam segala keadaan. Apa yang ditunjukkan oleh Prayogo kepada istrinya sangatlah luar biasa dan dapat dijadikan bahan refleksi bagi para suami dan anak muda di zaman sekarang. Kesiapan untuk menghabiskan waktu dengan pasangan kita akan lebih besar ketika pasangan kita dalam kondisi baik. Namun bagaimana bila kita “mendapat undian” untuk menggantikan posisi layaknya Prayogo yang harus merawat pasangannya selama puluhan tahun ?
Hari ini, Allah ingin kita mengasihi pasangan kita seperti Kristus mengasihi jemaat-Nya. Hal yang sama Allah inginkan bagi para istri agar mengasihi suaminya. Hampirilah pasangan kita malam ini, katakan dengan segenap hati bahwa diri Sahabat sangat berarti bagi pasangan Sahabatku. Mintalah Tuhan mengobarkan kembali kasih pasangan kita masing-masing seperti dahulu ketika awal pernikahan. Kasihilah pasangan Sahabat seperti Kristus mengasihi kita dan biarlah anak-anak kita mendapatkan teladan melalui apa yang kita lakukan terhadap pasangan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar