Senin, 22 Agustus 2011

Menghormati Altar dan Tabernakel olh Christophorus H. Suryanugraha OSC


Tempat khusus untuk imam disebut panti imam (presbyterium). Panti imam dibuat khas dan berbeda dari bagian ruangan gereja lainnya. Biasanya dengan lantai yang lebih tinggi daripada tempat umat dan dirancang dengan hiasan khusus. Inilah tempat penting yang cukup luas untuk kegiatan kudus dan bisa dilihat jelas oleh semua yang hadir. Umat pun dapat berpartisipasi dengan lebih baik dan kegiatan ritual dapat dilaksanakan di situ.

Di panti imam terdapat altar, mimbar, dan kursi imam. Ketiga perabot ini ibaratnya satu paket yang amat penting dan bermakna. Ketiganya menopang tindakan-tindakan liturgis selama Misa. Imam selebran akan secara bertahap menggunakan perabot itu. Perabot pertama yang dituju adalah altar. Namun, dalam Ritus Pembuka, altar baru sebatas dituju untuk dihormati dengan beberapa sikap tubuh, baik yang secara khusus dilakukan oleh imam maupun oleh petugas liturgi lainnya.

Keistimewaan altar 
PUMR 296 merumuskan altar sebagai ”tempat untuk menghadirkan kurban Salib dengan menggunakan tanda-tanda sakramental. Sekaligus altar merupakan meja perjamuan Tuhan, dan dalam Misa umat Allah dihimpun di sekeliling altar untuk mengambil bagian dalam perjamuan itu. Kecuali itu, altar juga merupakan pusat ucapan syukur yang diselenggarakan dalam Misa.” Ada tiga metafora yang saling melengkapi: altar untuk kurban Tubuh-Darah Kristus, meja Tuhan untuk perjamuan di akhir zaman, dan pusat pengucapan syukur umat dalam kesatuan dengan seluruh Gereja. Altar itu sebaiknya permanen, materinya batu, dan berbentuk meja, sehingga secara jelas dan lestari menghadirkan Kristus, Sang Batu Hidup (1 Ptr 2:4).

Bagaimana keistimewaan altar ditampilkan? Altar ditutup sehelai kain putih. Altar dapat dihiasi rangkaian bunga, tapi tak berlebihan dan cukup ditempatkan di sekitar altar, bukan di atasnya. Di atas altar ditempatkan hanya barang-barang yang diperlukan untuk Misa, yakni Evangeliarium (dari awal perayaan sampai sebelum pemakluman Injil); korporale, purifikatorium, buku Misale, dan piala dengan patena, sibori (dari persiapan persembahan sampai pembersihan bejana-bejana).

Lilin ditaruh di atas atau di sekitar altar, sesuai dengan bentuk altar dan tata ruang panti imam. Di atas atau di dekat altar hendaknya dipajang sebuah salib dengan sosok Kristus tersalib. Salib itu harus mudah dilihat oleh seluruh umat. Semuanya harus ditata secara serasi, dan tidak boleh menghalangi pandangan umat, sehingga umat dapat melihat dengan jelas apa yang terjadi di altar atau yang diletakkan di atasnya (PUMR 304-308).

Mengingat makna dan keistimewaannya, maka altar sebagai simbol Kristus pun dihormati dengan beberapa cara. Semua petugas membungkuk pada altar ketika menghampirinya dan hendak memulai tugas. Ketika Ritus Pembuka imam selebran menciumnya, lalu jika perlu juga mendupai altar dan salib. Dalam Ritus Penutup, sebelum meninggalkan panti imam, ia kembali mencium dan membungkuk lagi bersama petugas lainnya.

Menghormati tabernakel 
Seringkali ada juga tabernakel di panti imam. Idealnya, tabernakel disendirikan di sebuah kapel khusus yang dapat dijangkau dengan mudah dari panti imam. Tabernakel memang sebenarnya tak diperhitungkan sebagai bagian dalam Misa. Fungsinya berkaitan dengan ritual setelah Misa, yakni untuk menyimpan Tubuh Kristus yang belum disantap dalam Misa atau yang dikhususkan bagi orang sakit yang tak bisa hadir dalam Misa dan bagi kegiatan adorasi.

Letak tabernakel di panti imam juga tak seragam. Ada yang di belakang atau samping altar. Tabernakel dihormati oleh setiap petugas yang melewati atau menghampirinya. Jika di belakang altar terdapat tabernakel yang berisi Sakramen Mahakudus, maka penghormatan awal untuk altar dijadikan satu dengan untuk tabernakel, yakni dengan cara berlutut. Berlutut adalah sikap hormat tertinggi yang khusus diberikan bagi Sakramen Mahakudus. Simbol-simbol Kristus lainnya (imam, Kitab Injil, altar, salib) dihormati dengan cara membungkukkan badan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar